BOGORINSIDER.com --Polemik absensi panjang Desy Yanthi Utami, anggota DPRD Kota Bogor, membuka diskusi yang lebih luas bagaimana tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia politik, terutama ketika berhadapan dengan kondisi kesehatan dan kehamilan berisiko tinggi.
Kehamilan Risiko Tinggi dan Tugas Publik
Suara.com melaporkan bahwa alasan absensi panjang Desy adalah karena kehamilan dengan risiko tinggi.
Dokter menyarankannya untuk beristirahat total, sehingga tidak dapat menghadiri rapat dewan selama berbulan-bulan.
Baca Juga: Media Sosial Soroti Mangkirnya Desy Yanthi di DPRD Kota Bogor, Tapi Tetap dapat Gaji dan Bonus
Situasi ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, kesehatan seorang ibu dan bayi adalah prioritas utama. Namun di sisi lain, ada tanggung jawab publik yang menuntut kehadiran wakil rakyat di ruang sidang.
Tantangan Ganda Perempuan dalam Politik
Perempuan yang terjun ke dunia politik sering menghadapi tantangan ganda: menjalankan peran domestik sekaligus memenuhi tanggung jawab publik.
Kasus Desy Yanthi menjadi cermin nyata bagaimana kondisi biologis, seperti kehamilan, bisa berimplikasi langsung pada tugas legislatif.
Sayangnya, regulasi politik di Indonesia belum banyak memberikan ruang fleksibilitas bagi kondisi khusus ini. Misalnya, cuti hamil bagi legislator belum diatur sejelas hak cuti pegawai negeri sipil.
Perlunya Kebijakan Afirmasi
Kasus ini bisa menjadi momentum untuk mendorong kebijakan afirmasi yang lebih berpihak pada perempuan di politik. Beberapa ide yang bisa dipertimbangkan antara lain:
Baca Juga: Peran BK DPRD Bogor di Kasus Absensi Desy Yanthi yang Bolos 6 Bulan
-
Cuti hamil bagi anggota legislatif dengan mekanisme pengganti sementara (interim).
-
Fasilitas kesehatan khusus bagi legislator perempuan.
-
Dukungan partai politik untuk memberikan perlindungan, bukan sekadar beban.
Dengan langkah ini, perempuan tidak perlu merasa harus memilih antara kesehatan dan tugas publik.