Skandal PLTU Kalbar: Hambatan Baru bagi Energi Bersih Indonesia

photo author
- Rabu, 8 Oktober 2025 | 10:35 WIB
Ilustrasi: pembangkit listrik dan turbin angin berdampingan, menggambarkan peralihan menuju energi bersih di tengah bayang-bayang korupsi. (Foto/ Istimewa)
Ilustrasi: pembangkit listrik dan turbin angin berdampingan, menggambarkan peralihan menuju energi bersih di tengah bayang-bayang korupsi. (Foto/ Istimewa)

Baca Juga: Reformasi Pengadaan Energi: Pelajaran dari Kasus Halim Kalla

Dampak Lingkungan dan Sosial

Dampak kasus ini juga terasa di lapangan. Karena proyek mangkrak, warga sekitar PLTU Kalbar tetap bergantung pada pasokan listrik diesel yang mahal dan tidak ramah lingkungan.
Kondisi ini bertolak belakang dengan janji proyek yang disebut-sebut akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Selain itu, area pembangunan PLTU yang terbengkalai kini menimbulkan masalah baru limbah konstruksi, banjir saat musim hujan, serta rusaknya habitat pesisir di sekitar Sungai Jungkat.

“Korupsi proyek energi bukan hanya kejahatan finansial, tapi juga kejahatan ekologis,” kata Rizky Apriani, peneliti lingkungan dari Walhi Kalimantan Barat.

Kebijakan EBT Tertahan

Setelah kasus ini mencuat, Kementerian ESDM bersama Kementerian BUMN melakukan audit ulang terhadap proyek-proyek pembangkit listrik batu bara.
Akibatnya, sejumlah proyek PLTU lain ditunda untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran serupa.

Namun langkah korektif ini berdampak ganda: di satu sisi memperbaiki tata kelola, tapi di sisi lain menunda target energi bersih yang semakin dekat tenggatnya.

“Kita kehilangan waktu berharga untuk transisi energi karena harus memperbaiki luka lama,” ujar Arifin Tasrif, Menteri ESDM.

Pola Lama di Tengah Paradigma Baru

Skandal PLTU Kalbar menegaskan bahwa masalah utama Indonesia bukan hanya pada sumber energi, tapi pada tata kelola proyek.
Digitalisasi pengadaan, keterbukaan data, dan transparansi kontrak masih menjadi tantangan.

Padahal, negara-negara ASEAN lain seperti Vietnam dan Malaysia sudah mulai menerapkan sistem open contracting untuk proyek energi agar setiap proses bisa dipantau publik secara daring.

Jika Indonesia tetap mengandalkan sistem lama tertutup, birokratis, dan rawan kolusi maka target energi bersih 2025 hanya akan menjadi slogan.

Baca Juga: Kasus Halim Kalla: Guncangan untuk Bisnis dan Politik Makassar

Solusi dan Harapan Baru

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Faizal khoirul imam

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Elegan di Tengah Isu: Citra Publik Raisa Tetap Kuat

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:28 WIB

Fenomena Netizen: Mengapa Publik Begitu Ingin Tahu?

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:21 WIB

Rahasia Kekuatan Hubungan Raisa dan Hamish Daud

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:09 WIB

Tekanan di Balik Popularitas: Kisah Raisa & Hamish

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:58 WIB

Hapus Foto, Viral Seketika: Fenomena Raisa & Hamish

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:42 WIB

Rumor Cerai: Raisa Menggugat Suami Setelah 8 Tahun

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:07 WIB

Terpopuler

X