Digitalisasi dan Rantai Pasok
Selain soal data, Arief juga memperkenalkan kebijakan digitalisasi rantai pasok pangan.
Ia menggandeng ID FOOD dan startup logistik untuk menciptakan sistem distribusi “terintegrasi dari petani ke pasar.”
Program pilotnya diterapkan di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, yang mencatat penurunan losses pasca-panen hingga 12 %.
Inovasi ini sempat mendapat pengakuan dari Asian Productivity Organization (APO) sebagai salah satu inisiatif efisiensi pangan paling progresif di Asia Tenggara tahun 2024.
Namun, program tersebut kini nasibnya belum jelas: apakah akan diteruskan atau dihentikan di bawah kepemimpinan baru Bapanas.
Impor, Isu yang Tak Pernah Reda
Di balik terobosan-terobosannya, Arief juga tidak lepas dari kontroversi.
Salah satu kebijakan yang paling banyak dikritik adalah usul impor beras tambahan 500 ribu ton pada pertengahan 2025 untuk menekan harga.
Langkah itu dianggap bertolak belakang dengan visi swasembada yang digaungkan Presiden Prabowo.
Kritik datang dari asosiasi petani hingga DPR. Namun, Arief membela diri:
“Impor itu bukan pilihan utama, tapi langkah darurat untuk menjaga stabilitas. Kalau harga melonjak, yang paling dirugikan adalah rakyat kecil.”
Pernyataan itu kini menjadi salah satu catatan penting dalam penilaian masa jabatannya.
Kinerja dan Evaluasi
Secara umum, capaian Bapanas di bawah Arief bisa dibagi menjadi dua kategori:
Keberhasilan:
- Membangun 20 gudang pangan modern di 8 provinsi.
- Menurunkan disparitas harga antarwilayah hingga 5%.
- Meningkatkan indeks ketahanan pangan Indonesia ke peringkat 61 dunia (versi Global Food Security Index 2024).
Kelemahan:
- Belum tercapainya target cadangan beras nasional 1,2 juta ton.
- Ketergantungan data impor untuk komoditas non-beras (kedelai, gula, jagung).
- Sinergi lembaga pangan masih lemah.
Analisis Pengamat
Pengamat kebijakan pangan dari CSIS, Dr. Arya Fernanda, menilai Arief berhasil “menanam fondasi baru” bagi manajemen pangan nasional.
“Arief membawa pendekatan korporasi ke dalam birokrasi, itu hal yang langka. Tapi, di sisi lain, gaya kepemimpinannya yang tegas kadang tidak cocok dengan kultur administratif pemerintah,” ujarnya.
Sementara Prof. Hermanto Siregar, ekonom IPB, berpendapat bahwa pergantian Arief bisa berdampak jangka pendek terhadap kesinambungan kebijakan.
“Kalau sistem digital seperti SINPANAS tidak diteruskan, kita akan kehilangan momentum besar menuju transformasi pangan berbasis data,” ujarnya.