Baca Juga: Profil Halim Kalla: Pengusaha Energi di Tengah Kasus Hukum
Modus dan Pola Dugaan Korupsi
Menurut penyidik, proyek PLTU ini sarat dengan rekayasa administratif: pemenang tender telah ditentukan sebelum proses lelang dimulai. Dokumen teknis dimanipulasi agar memenuhi syarat, sementara progres proyek dibuat seolah-olah sudah selesai 100%.
Selain itu, beberapa adendum kontrak digunakan untuk memperpanjang masa kerja tanpa evaluasi teknis yang memadai. Dugaan aliran dana “fee proyek” pun tengah diselidiki oleh Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang (Dittipideksus).
“Ada indikasi dana hasil proyek mengalir ke sejumlah rekening pribadi dan korporasi,” ujar sumber di Bareskrim (8/10/2025).
Reaksi Publik dan Dunia Bisnis
Kabar penetapan tersangka Halim Kalla mengejutkan publik. Nama besar keluarga Kalla selama ini identik dengan integritas bisnis, terutama melalui Kalla Group yang berkiprah di sektor energi, otomotif, dan konstruksi.
Beberapa pengusaha di Makassar menilai kasus ini berpotensi mengguncang ekosistem bisnis Sulawesi Selatan, karena Halim dikenal sebagai tokoh sentral di Kadin Sulsel.
“Ini bukan sekadar kasus individu, tapi juga ujian bagi dunia usaha untuk tetap bersih dari praktik korupsi,” kata pengamat ekonomi Universitas Hasanuddin, Prof. Anas Iswanto Anwar.
Dampak pada Proyek Energi Nasional
Kasus ini membuka kembali perdebatan tentang lemahnya tata kelola proyek energi berbasis batu bara. Padahal, Indonesia tengah berupaya beralih ke energi baru terbarukan (EBT) sesuai target transisi energi 2025.
Proyek PLTU Kalbar yang mangkrak menambah daftar panjang kegagalan proyek infrastruktur akibat korupsi, sekaligus menurunkan kepercayaan investor terhadap proyek strategis nasional (PSN).
Kementerian BUMN dan ESDM pun berjanji melakukan audit ulang terhadap seluruh proyek listrik besar yang belum rampung.
Baca Juga: Mengapa Proyek Energi di Indonesia Rentan Korupsi?
Analisis: Pola Lama, Harapan Baru