BOGORINSIDER.com – Ketika Indonesia tengah berupaya memperkuat ketahanan energi nasional, satu proyek strategis justru berubah menjadi pusaran hukum. Proyek PLTU 1 Kalimantan Barat (Kalbar) yang seharusnya menjadi simbol kemajuan, kini dikenal sebagai salah satu kasus dugaan korupsi terbesar di sektor energi. Di baliknya, nama Halim Kalla pengusaha senior sekaligus adik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi sorotan utama.
Awal Proyek: Janji Listrik untuk Kalimantan Barat
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalbar dirancang sejak tahun 2008 dengan kapasitas 2×50 megawatt. Pembangkit ini dibangun di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, dengan harapan mampu memenuhi kebutuhan listrik industri dan masyarakat Kalbar.
Tender proyek dimenangkan oleh PT Bumi Rama Nusantara (BRN) yang kala itu dipimpin oleh Halim Kalla. Bersama konsorsium internasional, proyek ini dianggarkan senilai lebih dari Rp1,3 triliun.
Namun, sejak awal, indikasi masalah sudah muncul mulai dari ketidaksesuaian dokumen teknis, pemufakatan tender, hingga peralihan tanggung jawab proyek sebelum kontrak resmi ditandatangani.
Kontrak dan Realisasi yang Bermasalah
Kontrak proyek ditandatangani pada 11 Juni 2009 dan mulai efektif pada 28 Desember 2009. Target penyelesaian: Februari 2012.
Namun kenyataannya, hingga batas waktu tersebut, progres fisik baru mencapai 57%. Setelah dilakukan 10 kali adendum kontrak, proyek ini hanya naik ke 85,56% dan tak pernah rampung.
Yang lebih mencengangkan, menurut laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dana proyek telah cair 100% meskipun pembangunan belum selesai. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp323,19 miliar dan USD 62,4 juta.
“Proyek ini tidak bisa dimanfaatkan karena pembangunannya tidak selesai sesuai kontrak,” tulis BPK dalam laporan audit investigatif yang dirilis Juli 2025.
Proses Hukum: Dari Penyelidikan ke Penetapan Tersangka
Kasus ini awalnya ditangani oleh Polda Kalimantan Barat pada 2023, kemudian diambil alih oleh Bareskrim Polri karena nilai kerugian yang besar dan keterlibatan lintas daerah.
Pada 3 Oktober 2025, Polri menggelar perkara dan menetapkan empat tersangka, yakni:
- FM (Fahmi Mochtar) – mantan Direktur Utama PLN,
- HK (Halim Kalla) – Presiden Direktur PT Bumi Rama Nusantara,
- RR – Direktur PT BRN,
- HYL – Direktur PT Praba Indopersada.
Keempatnya diduga terlibat dalam pemufakatan tender, manipulasi kontrak, dan penggelembungan biaya. Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 dan 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto UU No. 20/2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel Terkait
Empat Pejabat Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Laptop Chromebook Kemendikbud Era Nadiem
Kerugian Capai Rp777 Juta! Dugaan Korupsi Pengadaan PTS di RSUD Leuwiliang Diselidiki Kejaksaan
KPK Periksa Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik Terkait Dugaan Korupsi Bansos Kemensos
Lisa Mariana Diperiksa KPK Terkait Dugaan Kunci dari Korupsi Iklan di Bank BJB
Deretan Bupati Cantik, Janji Manis Namun Korupsi Membuat Rakyat Menjerit
Curhat Mongol: Rp53 Miliar Raib, Terkait Kasus Korupsi
Negara Rugi Triliunan, Tiga Menteri Agama dalam Tiga Kasus Korupsi Haji