BOGORINSIDER.com --Pagi itu seperti biasa, kampus tampak sibuk dengan aktivitas mahasiswa dan dosen. Namun, di balik keseharian yang tampak biasa, terdapat luka yang tak kasat mata.
Ketika nama Timothy Anugerah Saputra muncul seorang mahasiswa yang aktif, ramah, dan penuh harapan ternyata kisahnya menyimpan pesan besar: bahwa bullying di kampus bukan sekadar “gurauan” biasa.
Kisah ini membuka mata kita bukan hanya sebagai individu tetapi juga sebagai institusi pendidikan untuk belajar, berubah, dan mencegah agar tragedi serupa tak terulang.
Baca Juga: Ketika Kampus Universitas Udayana Tak Lagi Aman, Perjalanan Pahit Timothy Anugerah
Kronologi Singkat & Bukti Dugaan Bullying
Pada 15 Oktober 2025, mahasiswa semester VII jurusan Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana (Unud), Bali, yaitu Timothy, ditemukan meninggal dunia setelah diduga melompat dari lantai gedung fakultasnya.
Sebelumnya, sejumlah tangkapan layar grup WhatsApp memperlihatkan bagaimana Timothy menjadi objek ejekan dan olokan oleh rekan–rekan mahasiswa.
Lebih ironis lagi, setelah kematiannya tersebar, sebagian oknum mahasiswa malah menertawakan atau mengejek di media sosial.
Ini bukan sekadar insiden tunggalmelainkan alarm bahwa sistem sosial di kampus berpotensi gagal memberi perlindungan.
Baca Juga: Drama Trans7 Dihentikan Sementara, Sanksi KPI atas Tayangan Tentang Pesantren
Apa yang Bisa Kampus Pelajari?
-
Lingkungan kampus yang “aman” bukan hanya akademik
Kampus sering dibuat sebatas arena perkuliahan dan organisasi, namun tugasnya lebih luas: menjadi ruang sosial yang mendukung mahasiswa secara holistik — akademik, mental, dan emosional. Kasus ini menegaskan bahwa jika tekanan psikologis tidak tertangani, konsekuensinya bisa sangat berat. -
Bullying bisa muncul dari hal yang dianggap “ringan”
Olokan atau ejekan di grup chat, sapaan yang merendahkan, lelucon yang menyudutkan — semua bisa menjadi akumulasi luka. Warna–warna halus bullying inilah yang sering diabaikan. Sebuah kampus perlu menyadari bahwa bukan hanya kekerasan fisik yang berdampak, tapi juga psikologis. -
Mekanisme pengaduan dan respon yang transparan
Ketika kasus muncul, mahasiswa perlu tahu ke mana langkah yang aman untuk melapor tanpa takut dikucilkan. Respon kampus harus cepat, jelas, dan transparan agar tidak menimbulkan kesan “buram” atau “dipendam”. -
Pelatihan empati dan kesehatan mental sebagai bagian kurikulum kampus
Kampus bukan hanya mengajar teori, tapi juga membentuk insan. Pemahaman tentang empati, toleransi, keberagaman, dan kesehatan mental harus menjadi bagian yang diintegrasikan dalam kehidupan kampus. -
Tindakan tegas terhadap pelaku dengan proses adil
Organisasi mahasiswa atau pengurus yang terbukti melakukan bullying harus ada konsekuensi. Namun sanksi saja tidak cukup; proses edukatif juga penting agar perubahan budaya benar‐benar terjadi.
Artikel Terkait
Ulang Tahun Prabowo ke-74 Jadi Trending, Media Sosial Penuh Ucapan Hangat
Tayangan Kontroversial Trans7, Ketika Xpose Uncensored Singgung Pesantren Lirboyo
Jejak Panjang Prabowo Subianto: Dari Kopassus ke Kursi Presiden
7 Nilai Kepemimpinan Prabowo yang Menginspirasi Generasi Muda Indonesia
74 Tahun Prabowo: Ulang Tahun yang Menguji Janji Politik dan Konsistensi Kepemimpinan