Menurut Deputi Reformasi Birokrasi BKN, teknologi ini bisa memangkas peluang suap dan gratifikasi hingga 60% pada 2026.
Baca Juga: Di Balik Pengembalian Rp 13,2 Triliun: Langkah Hukum Kejagung Bongkar Skandal CPO
Etika sebagai Pilar Kinerja
Kasus CPO menjadi pengingat keras: kompetensi tanpa etika hanya akan menghasilkan kekuasaan tanpa kepercayaan.
Itulah mengapa reformasi ASN kini diarahkan ke tiga pilar:
- Clean Governance (pemerintahan bersih)
- Performance-Based Bureaucracy (berbasis kinerja nyata)
- Public-Oriented Service (pelayanan publik yang terasa)
“Kita tidak bisa menegakkan keadilan sosial kalau birokratnya masih bermain dengan uang rakyat,” ujar Kepala LAN Adi Suryanto.
Suara ASN: Antara Refleksi dan Harapan
Beberapa ASN muda yang ditemui BOGORINSIDER.com mengaku kasus CPO membuka mata mereka tentang pentingnya menjaga nama baik instansi.
Rizki, ASN di Kemenkeu berusia 27 tahun, berkata:
“Kalau pejabat besar saja bisa jatuh karena uang, kita yang kecil harus lebih berhati-hati. Sekarang integritas bukan pilihan, tapi kewajiban.”
Sementara itu, pegawai di daerah berharap reformasi ASN juga menyentuh perbaikan gaji dan kesejahteraan, agar godaan korupsi makin kecil.
Kaitannya dengan PPPK dan Honorer
Kasus ini juga memberi sinyal bagi calon ASN dan PPPK baru.
Dalam arahan nasional, pemerintah menegaskan bahwa proses rekrutmen 2025 akan menekankan aspek moral dan integritas digital.
“Kami tidak hanya cari yang bisa mengetik cepat, tapi juga yang hatinya jujur,” ujar Deputi SDM Aparatur Kemenpan RB.
Langkah ini diharapkan memperkuat kepercayaan publik terhadap aparatur negara dan menciptakan generasi ASN “tahan suap”.
Baca Juga: Rp13,2 Triliun Kembali ke Negara: Seberapa Besar Dampaknya ke APBN 2025?