Menurut data Kementerian Investasi, total komitmen yang muncul selama forum mencapai USD 20 miliar (sekitar Rp 320 triliun).
Dana ini diarahkan ke sektor:
- Energi hijau dan transisi karbon.
- Infrastruktur digital dan startup teknologi.
- Filantropi pendidikan dan kesehatan.
Beberapa keluarga besar dari Eropa dan Timur Tengah bahkan menandatangani Letter of Intent (LoI) untuk membuka family office cabang Asia di Bali.
Sentuhan “Sustainable Luxury”
Tak seperti konferensi ekonomi biasa, Bali Wealth Summit dikemas dengan nuansa elegan dan berkelanjutan:
- Seluruh dekorasi berbahan bambu dan daur ulang.
- Acara makan malam diadakan di tepi pantai dengan konsep farm-to-table.
- Panel diskusi diatur terbuka, diiringi musik tradisional Bali.
Semua ini dirancang untuk menegaskan citra Bali sebagai “Sustainable Investment Destination.”
“Bali bukan hanya indah, tapi juga punya filosofi hidup yang selaras dengan keberlanjutan,” ujar Ketua Panitia BWS 2025, I Wayan Putra.
Baca Juga: Golden Visa Family Office: Strategi Baru Tarik Investasi Triliunan ke Bali
Dampak Langsung bagi Ekonomi Lokal
Penyelenggaraan Bali Wealth Summit memberi efek domino:
- Meningkatkan okupansi hotel premium hingga 90%.
- Membuka lebih dari 5.000 lapangan kerja temporer.
- Mendorong 70 UMKM lokal menjadi pemasok acara.
- Promosi internasional Bali sebagai destinasi investasi.
Selain itu, media global seperti CNBC, Bloomberg, dan Nikkei Asia menempatkan Bali sebagai “Asia’s Next Financial Retreat”.
Kritik dan Catatan
Meski sukses, beberapa pengamat mengingatkan agar Indonesia tidak hanya jadi tuan rumah acara glamor, tapi juga menyiapkan kebijakan konkret pasca-summit.
“Forum ini bagus, tapi harus diikuti langkah nyata: pembentukan otoritas family office dan peningkatan literasi keuangan nasional,” ujar ekonom INDEF, Bhima Yudhistira.
Pemerintah menegaskan bahwa tindak lanjut akan dilakukan melalui pembentukan Task Force Family Office Indonesia (TFFOI), yang bertugas memantau realisasi investasi hasil forum.
Bali Wealth Summit 2025 menjadi tonggak sejarah.
Untuk pertama kalinya, Indonesia tampil bukan sebagai penonton, tapi pemain utama dalam ekosistem kekayaan global.