Kasus Whoosh menjadi pengingat penting tentang batas tanggung jawab antara pemerintah dan BUMN.
Dalam model B2B, risiko dan keuntungan harus proporsional. Namun, publik kerap lupa bahwa proyek besar tidak otomatis menjadi beban negara.
“Kalau BUMN gagal bayar, bukan berarti APBN harus turun tangan. Prinsip bisnis tetap berlaku,” jelas pengamat keuangan publik Eko Listiyanto.
Ia menambahkan, justru dengan menjaga jarak fiskal ini, pemerintah memberi sinyal kuat ke pasar bahwa disiplin anggaran Indonesia masih terjaga.
Meski menuai kontroversi, sikap Purbaya dinilai bisa memperkuat kepercayaan investor internasional terhadap tata kelola fiskal Indonesia.
Langkah tegas ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak mudah tergoda “menyelamatkan” proyek dengan dana publik.
“Pasar menyukai kepastian dan disiplin. Ini sinyal positif bagi lembaga pemeringkat dan investor,” ujar ekonom dari INDEF, Tauhid Ahmad.
Pada akhirnya, siapa yang membayar utang Whoosh bukan hanya soal akuntansi, tapi juga soal akuntabilitas.
Danantara dan KCIC memegang tanggung jawab penuh, namun pemerintah tetap punya peran moral untuk memastikan transparansi dan keberlanjutan proyek.
Publik menunggu dua hal:
- Kejelasan strategi restrukturisasi utang.
- Transparansi laporan keuangan KCIC dan Danantara.
Karena, seperti kata Purbaya:
“Pembangunan harus tetap jalan, tapi tidak boleh membebani rakyat.”