BOGORINSIDER.com – Penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap wacana Tax Amnesty jilid III menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana dampaknya terhadap penerimaan negara dan ekonomi Indonesia di 2025?
Tax Amnesty: Solusi Jangka Pendek, Masalah Jangka Panjang
Tax amnesty pernah jadi “senjata ampuh” menarik dana ke kas negara. Pada jilid I (2016–2017), pemerintah berhasil mencatat deklarasi harta lebih dari Rp4.800 triliun. Namun, hasil itu tidak serta merta meningkatkan kepatuhan pajak jangka panjang.
Hal yang sama terjadi pada jilid II (2022). Dana masuk relatif besar, tetapi efeknya cepat menguap. Banyak ekonom menilai tax amnesty hanya memberi tambahan penerimaan sesaat, tanpa memperbaiki sistem perpajakan yang lemah.
Purbaya menyebut, tax amnesty berulang justru menjadi moral hazard. Wajib pajak bisa berpikir, “kalau tidak patuh sekarang, nanti ada amnesty lagi.” Sikap inilah yang membuatnya menolak keras wacana jilid III.
Dampak pada Penerimaan APBN 2025
APBN 2025 ditargetkan menutup defisit fiskal di bawah 3% PDB. Penerimaan pajak ditargetkan tumbuh sekitar 10–12% dari tahun sebelumnya. Tanpa tax amnesty, pemerintah harus bekerja ekstra keras memperluas basis pajak.
Beberapa risiko yang muncul:
- Potensi Shortfall – tanpa dana ekstra dari amnesty, ada potensi penerimaan pajak meleset dari target.
- Tekanan Defisit – bila target pajak tak tercapai, belanja negara bisa terganggu, terutama subsidi dan proyek infrastruktur.
- Ketergantungan Utang – jika penerimaan tak mencukupi, utang negara berpotensi naik untuk menutup defisit.
Namun, di sisi lain, penolakan tax amnesty juga memberi sinyal positif ke pasar. Investor menilai pemerintah serius membangun sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan, bukan sekadar mengandalkan “jalan pintas.”
Baca Juga: Purbaya Tolak Tax Amnesty Jilid III, Ini Alasannya
Strategi Alternatif: Perkuat Reformasi Pajak
Penolakan tax amnesty otomatis menuntut strategi baru. Beberapa langkah yang tengah disiapkan:
- Digitalisasi Coretax
Sistem administrasi perpajakan digital diharapkan mampu menutup celah penghindaran pajak. Dengan integrasi data perbankan, investasi, dan transaksi digital, potensi pajak bisa lebih terpantau. - Ekstensifikasi Pajak
Pemerintah berencana memperluas basis wajib pajak, khususnya dari sektor digital, UMKM formal, dan pelaku usaha ekonomi kreatif. - Peningkatan Pelayanan Pajak
Wajib pajak kerap mengeluhkan birokrasi yang rumit. Reformasi pelayanan dengan sistem online diharapkan meningkatkan kepatuhan sukarela. - Penguatan Penegakan Hukum
Tanpa tax amnesty, konsekuensi logis adalah meningkatkan pengawasan dan sanksi bagi pelanggar pajak. Ini demi menciptakan efek jera.
Analisis Ekonomi: Risiko vs Peluang
- Risiko: Penerimaan pajak 2025 bisa lebih rendah, menekan APBN. Pemerintah harus menyeimbangkan belanja dengan cermat.
- Peluang: Jika reformasi berjalan baik, dalam jangka menengah ke depan (2026–2028), penerimaan pajak bisa lebih stabil, tanpa perlu tax amnesty lagi.
Ekonom menilai langkah Purbaya konsisten dengan prinsip good governance. Negara yang kredibel tidak seharusnya mengandalkan pengampunan berkali-kali, melainkan memperkuat kepatuhan pajak secara sistemik.
Artikel Terkait
Gantikan Sri Mulyani, Dampak Menkeu Purbaya Siapkan 200 Triliun Parkir di Bank BUMN
Mantan Presiden Jokowi Puji Purbaya, Bandingkan Mazhab Ekonominya Beda dengan Sri Mulyani
Kisah Menkeu Purbaya & Drama Likuiditas, Antara Dorongan Kredit & Takut Rupiah Makin Loyo
Ayahnya Baru Dilantik Jadi Menkeu, Unggahan Anak Purbaya Soal CIA Bikin Netizen Riuh
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa Hadapi Simbol Tantangan ‘17+8’ Jadi Sorotan Publik