BOGORINSIDER.com – Di tengah zaman ketika jabatan sering dianggap sebagai jalan menuju kemewahan, nama Umar Wirahadikusumah terasa seperti oase yang menenangkan.
Ia bukan pejabat yang sibuk mencari sorotan, melainkan penjaga moral di balik kekuasaan.
Sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke-4 (1983–1988), Umar menunjukkan bahwa kekuasaan bisa dijalankan tanpa kehilangan hati nurani.
Dan di sanalah pelajaran moralnya terasa abadi tentang kejujuran, tanggung jawab, dan ketenangan hati.
Integritas yang Tak Pernah Pudar
Umar dikenal luas sebagai pejabat yang tak tergoda fasilitas dan kekuasaan.
Saat menjabat Wakil Presiden, ia menolak berbagai bentuk kemewahan yang ditawarkan kepadanya.
Mobil dinasnya sederhana, dan ia memilih tetap tinggal di rumah pribadinya di Menteng ketimbang menikmati fasilitas negara.
Dalam salah satu wawancara lama yang kini banyak dikutip media, ia pernah berkata:
“Kekuasaan itu ujian, bukan anugerah. Dan ujian paling berat adalah tetap jujur ketika bisa berbuat curang.”
Sikap ini jarang terlihat di masa itu apalagi di lingkungan politik yang kerap diselimuti kompromi.
Namun bagi Umar, menjaga nurani lebih penting daripada menjaga jabatan.
Kejujuran sebagai Fondasi Kepemimpinan
Sepanjang hidupnya, Umar memegang prinsip bahwa kejujuran adalah modal utama seorang pemimpin.
Ia percaya bahwa tanpa kejujuran, kecerdasan dan strategi tidak akan membawa manfaat apa pun bagi rakyat.
Ketika menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 1973–1983, Umar memperkuat sistem audit nasional agar tidak mudah diintervensi.
Banyak pejabat kala itu merasa “tidak nyaman” dengan gaya kepemimpinannya yang lurus.
Namun Umar tidak gentar. Ia justru menegaskan,
“Kalau laporan keuangan dipoles, berarti kita sedang menipu rakyat. Saya tidak mau jadi bagian dari kebohongan itu.”
Kalimat ini menjadi cerminan karakter Umar tegas tapi tenang, sederhana tapi dalam.
Ia tak perlu berbicara lantang untuk membuktikan prinsipnya; tindakannya sudah cukup.
Sederhana di Tengah Kekuasaan
Di masa menjabat Wakil Presiden, Umar dikenal menjalani hidup dengan kesederhanaan yang nyata, bukan dibuat-buat.
Ia menolak pengawalan berlebihan, makan di ruang staf tanpa protokol, dan menolak hadiah pribadi.