BOGORINSIDER.com --Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya mengungkap kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah di PT Pertamina.
Penyidikan menemukan adanya dugaan praktik pencampuran atau blending bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 88 dengan RON 92 (Pertamax), yang seharusnya tidak diperbolehkan.
Modus blending tersebut diungkap dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Baca Juga: Mahkamah Agung Tolak Kasasi, Hukuman Karen Agustiawan eks Direktur Utama PT Pertamina diperberat
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa hasil penyelidikan menunjukkan adanya transaksi pencampuran RON 88 dengan RON 92, yang kemudian dipasarkan dengan harga RON 92.
Pada pengungkapan awal yang dilakukan pada Senin (24/2/2025), Qohar menjelaskan bahwa para tersangka dengan sengaja menurunkan produksi kilang, sehingga produksi minyak mentah dalam negeri dari KKKS ditolak.
Akibatnya, PT Kilang Pertamina Internasional terpaksa mengimpor minyak mentah, sementara PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan produksi dalam negeri.
Dalam proses pengadaan produk kilang, tersangka Riva Siahaan (RS), yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian BBM jenis RON 92.
Namun, pada kenyataannya, yang dibeli hanyalah BBM jenis RON 90 atau lebih rendah. BBM tersebut kemudian dicampur di depo atau terminal penyimpanan untuk menghasilkan RON 92 sebelum dijual ke pasaran.
Modus serupa juga dilakukan oleh dua tersangka baru yang diumumkan pada Rabu (26/2/2025), yaitu Maya Kusmaya (MK), Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne (EC), VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Dengan persetujuan dari Riva Siahaan, keduanya membeli RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92. Maya Kusmaya juga disebut memerintahkan Edward Corne untuk melakukan pencampuran BBM jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 (Pertamax) untuk menghasilkan BBM berkualitas RON 92.
Proses blending tersebut dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak, yang dimiliki oleh tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa, serta Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. Hasil dari pencampuran ini kemudian dijual dengan harga BBM RON 92, meskipun bahan bakunya tidak sesuai dengan standar pengadaan produk kilang Pertamina.
Artikel Terkait
Gubernur Jawa Barat soroti gaya hidup hedon kepala desa Wiwin Komalasari 'kebanyakan gengsi'
Kades Wiwin Komalasari tidak terima jika dirinya dipecat usai video viralnya terkait nasi kotak
Ahok dengan senang hati siap berikan keterangan terkait kasus korupsi minyak di PT Pertamina
Ahok Ungkap punya bukti rekaman rapat tentang dugaan korupsi minyak mentah di PT Pertamina
Ahok pernah ancam pecat Riva Siahaan, tersangka korupsi minyak mentah PT Pertamina