BOGORINSIDER.com --Hanya sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang dianggap sebagai "angin segar" bagi demokrasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan cepat menyetujui revisi Undang Undang Pilkada yang kontroversial melalui pembahasan kilat di Badan Legislasi, Rabu (21/08). Pengamat pemilu menyebut langkah ini sebagai "pembegalan" terhadap putusan MK.
Dalam rapat kerja tersebut, delapan dari sembilan fraksi di DPR sepakat untuk hanya menerapkan sebagian dari putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah dalam rancangan perubahan UU Pilkada.
Keputusan ini dianggap sebagai bentuk "pembangkangan" yang bisa menghasilkan "demokrasi palsu" dalam Pilkada 2024.
RUU Pilkada yang telah diselesaikan oleh DPR dan pemerintah pada Rabu sore itu rencananya akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (22/08).
“Langkah-langkah DPR yang ingin mengubah apa yang menjadi isi putusan MK tentu saja bertentangan dengan konstitusi dan bisa disebut sebagai pembegalan atau pembangkangan terhadap konstitusi,” ujar Titi Anggraini, dosen pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia menambahkan bahwa jika revisi UU tersebut disahkan, maka peta pencalonan Pilkada akan kembali diatur sesuai kepentingan para elite yang bersatu dalam koalisi besar.
Firman Noor, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memperingatkan bahwa partai-partai yang berada di luar koalisi besar, seperti PDI-Perjuangan, mungkin tidak akan dapat mengusung calon mereka sendiri, terutama di wilayah strategis seperti DKI Jakarta.
Sebaliknya, revisi UU Pilkada terkait batas usia dapat membuka peluang bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, untuk mencalonkan diri.
Pembangkangan terhadap Putusan MK
Salah satu kesepakatan dalam revisi UU Pilkada adalah bahwa ambang batas parlemen dalam pilkada hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.
Ini berarti partai-partai tersebut dapat mencalonkan gubernur dan wakil gubernur tanpa memperhitungkan jumlah kursi mereka di DPRD, sebuah ketentuan yang sesuai dengan putusan MK.
Namun, Baleg DPR tidak memasukkan dua putusan MK lainnya dalam RUU Pilkada. Akibatnya, partai atau koalisi yang memiliki kursi di DPRD harus tetap memenuhi syarat minimal 20% kursi di dewan legislatif daerah atau 25% akumulasi suara di daerah tersebut untuk bisa mengajukan calon kepala daerah.
Selain itu, dalam rancangan perubahan UU Pilkada, batas usia minimal untuk calon gubernur dan wakil gubernur ditetapkan pada 30 tahun saat pelantikan, sementara untuk kepala daerah di tingkat kabupaten/kota adalah 25 tahun saat pelantikan. Syarat usia ini tidak sesuai dengan putusan MK, melainkan mengacu pada putusan Mahkamah Agung, yang disetujui oleh semua fraksi DPR kecuali PDIP.
Artikel Terkait
Intip mahar mewah pernikahan Arhan ternyata malah di selingkuhi Azizah dengan Salim Nauderer
Perjalanan kisah cinta Arhan dan Azizah Salsha, hingga berujung perselingkuhan dengan Salim Nauderer
Profil dan bioadata Pratama Arhan, isu perselingkuhan Azizah dan Salim bikin rumah tangganya goyah
Kuat banget trisome di kamar hotel, video asusila perselingkuhan Azizah Salsha trending di sosial media
Unggahan terbaru story instagram Arhan kode bakal tetap mempertahankan rumah tangganya