BOGORINSIDER.com --Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura telah menolak gugatan yang diajukan oleh pemimpin warga Woro dari suku Awyu, Hendrikus Woro, mengenai pencabutan izin perkebunan kelapa sawit di hutan adat mereka yang mencakup area seluas 39.000 hektare.
Keputusan ini diunggah pada Kamis, 2 November, dan majelis hakim menyatakan "menolak gugatan penggugat, penggugat intervensi 1 dan penggugat intervensi 2". Selain itu, hakim juga menghukum pihak penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp451.000.
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim
Majelis Hakim yang dipimpin oleh Merna Cinthia dalam pertimbangannya menyatakan bahwa dalil penggugat Hendrikus Woro, yang menyatakan bahwa Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Papua tentang izin kelayakan perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari bertentangan dengan asas kearifan lokal, kelestarian, kehati-hatian, dan keadilan, dianggap tidak relevan.
Hakim menegaskan bahwa telah ada penilaian atau pengujian terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) oleh Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup atau Kepala Dinas Kehutanan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, yang bertindak sebagai Ketua Komisi Penilai Amdal pada 1 November 2021.
Hakim menambahkan bahwa asas-asas yang disebutkan oleh penggugat telah diimplementasikan dalam Rekomendasi Kelayakan Lingkungan Hidup atau hasil uji kelayakan.
Namun, substansi dan proses pembuatan Amdal itu sendiri tidak diuji oleh hakim atau pengadilan, dengan alasan bahwa hal tersebut bukan menjadi obyek sengketa dalam perkara ini.
Selain itu, pertimbangan hukum lainnya menyebutkan bahwa penerbitan SK Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Papua tentang izin kelayakan perkebunan kelapa sawit oleh PT Indo Asiana Lestari "telah sesuai secara prosedur dan tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik."
Dasarnya adalah SK tersebut diterbitkan sehari setelah keluarnya Rekomendasi dari Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua sebagai Ketua Komisi Penilai Amdal.
Tanggapan Kuasa Hukum Penggugat
Menanggapi keputusan tersebut, Sekar Banjaran Aji, salah satu kuasa hukum penggugat dari Greenpeace Indonesia, menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar.
Sekar mengkritik keputusan hakim PTUN Jayapura sebagai kemunduran dalam penerapan hukum di Indonesia, terutama dalam hal perlindungan masyarakat adat dan lingkungan.
Sekar berpendapat bahwa hakim seharusnya mempertimbangkan prosedur dan substansi Amdal karena Amdal merupakan bagian penting dari keputusan yang menjadi obyek sengketa. Menurutnya, tanpa isi Amdal, SK Kepala Dinas PTSP Provinsi Papua tidak akan dapat diterbitkan.
“Kami kecewa dengan putusan hakim dan akan memperjuangkan kasus ini sampai menang, demi hijaunya hutan Papua, kehidupan masyarakat adat serta menahan laju krisis iklim,” tegas Sekar.
Artikel Terkait
Kasus pembunuhan Muhamad Rizky dan Vina, babak baru setelah delapan tahun lakukan rekuntruksi tanpa Pegi Setiawan
Rudi Irawan ayah Pegi Setiawan ungkap kesedihan belum ketemu anaknya kali pertama ditangkap
Respon ibunda Pegi Setiawan usai Presiden Jokowi berikan komentar kasus pembunuhan Vina Cirebon
'All Eyes On Papua' perjuangan masyarakat Adat Papua menjaga hutan dari ancaman perkebunan sawit
Ramai di sosial media Instagram dan X, berikut ini arti 'All Eyes On Papua'