Langkah itu menjadi preseden hukum baru: bahwa negara bisa memulihkan kerugian tanpa harus menunggu proses panjang.
Pengadilan Tipikor mencatat putusan ini sebagai yurisprudensi pemulihan langsung, model baru yang akan diadopsi untuk kasus besar berikutnya.
“Korupsi bukan sekadar kejahatan ekonomi, tapi pengkhianatan terhadap bangsa,” ujar Ketua MA dalam pidato reflektifnya.
ASN dan Birokrasi: Integritas Jadi Mata Uang Baru
Dampaknya pun terasa hingga ke birokrasi.
Pemerintah menegaskan bahwa reformasi ASN bukan hanya soal efisiensi, tapi soal moral.
Kemenpan RB memperkuat sistem Integrity Score bagi pejabat, sementara BKN mengembangkan Sistem Deteksi Dini Integritas ASN (SIDIA) untuk mencegah penyimpangan di level daerah.
“Integritas adalah mata uang baru birokrasi kita,” kata Menpan RB Abdullah Azwar Anas.
Momentum pengembalian dana CPO pun menjadi pengingat bagi seluruh aparatur: uang rakyat harus dijaga, bukan dijual.
Rakyat Bicara: “Uang Itu Milik Kami”
Bagi masyarakat, momen ini terasa sangat personal.
Seorang ibu pedagang di pasar berkata sederhana:
“Kalau uang segitu balik ke rakyat, berarti pemerintah masih punya hati.”
Bagi mereka, keadilan tidak harus rumit.
Cukup sederhana: uang rakyat kembali ke rakyat.
Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, kalimat itu tidak terdengar seperti mimpi.
Baca Juga: “Uang Itu Milik Rakyat”: Suara Publik Usai Rp13,2 Triliun Kembali ke Negara
Dampak Sosial: Dari Uang Kotor ke Pemberdayaan
Dengan alokasi baru yang menyentuh program bansos, pendidikan, dan UMKM, pemerintah berpeluang membalikkan citra lama: dari negara yang sering “kalah” melawan korupsi, menjadi negara yang berhasil mengonversi kejahatan jadi manfaat.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf memastikan dana ini memperkuat program PKH dan Bansos Terpadu 2025, dengan 2 juta penerima baru di 30 kabupaten prioritas.