Meski kebijakan telah diumumkan, masih muncul kritik dan tantangan:
-
Beberapa pihak menilai sanksi awal masih “ringan” dan belum memenuhi tuntutan keadilan dari komunitas mahasiswa.
-
Kampus menegaskan bahwa belum ada bukti bahwa olokan online menjadi pemicu utama tindakan tragis namun ini tidak menghapus perlunya perubahan budaya.
-
Tantangan lainnya adalah memastikan mekanisme pelaporan benar-benar efektif, rahasia, dan aman agar mahasiswa takut melapor tidak enggan menggunakan jalur resmi.
Baca Juga: Drama Trans7 Dihentikan Sementara, Sanksi KPI atas Tayangan Tentang Pesantren
Langkah ke Depan untuk Kampus & Mahasiswa
Beberapa rekomendasi praktis yang bisa menjadi panduan bagi Unud dan institusi lain:
-
Audit budaya kampus: Seluruh fakultas melakukan evaluasi rutin mengenai budaya organisasi mahasiswa, komunikasi digital, peer-support, dan efektivitas mekanisme pengaduan.
-
Integrasi layanan kesehatan mental: Pastikan mahasiswa yang membutuhkan pendampingan psikologis mudah mengakses layanan, dan stigma terhadap melapor ditekan.
-
Pengembangan modul etika digital & komunikasi: Masukkan ke kurikulum atau pembinaan mahasiswa supaya siap berinteraksi di ruang kampus offline maupun online dengan sadar dan berempati.
-
Penegakan sanksi yang jelas dan transparan: Tidak hanya sanksi administratif, tapi juga edukasi bagi seluruh mahasiswa agar memahami bahwa budaya yang menghormati adalah fondasi kampus besar.
-
Partisipasi mahasiswa dalam pencegahan: Bentuk peer-support group atau ambassador kesehatan mental yang dilatih dan aktif dalam program pencegahan dan edukasi.
Kasus ini bukan hanya soal satu kampus atau satu mahasiswa. Ia menjadi pengingat bahwa pendidikan tinggi bukan hanya soal pencapaian akademik, tetapi juga soal kemanusiaan, kesejahteraan, dan lingkungan sosial yang sehat.
Institusi yang besar seperti Unud memiliki tanggung-jawab moral dan profesional untuk memastikan mahasiswa tumbuh sekaligus terlindungi.