BOGORINSIDER.com – Penolakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terhadap tax amnesty jilid III bukan akhir dari cerita, melainkan awal babak baru reformasi pajak Indonesia. Setelah dua kali program amnesty berjalan (2016–2017 dan 2022), kini pemerintah memilih jalur lebih sulit: memperkuat sistem daripada mengandalkan pengampunan.
Prediksi Masa Depan Pajak Indonesia
Tanpa tax amnesty, ada beberapa skenario yang bisa terjadi:
- Penerimaan Negara Lebih Stabil
Jika reformasi perpajakan berjalan, Indonesia bisa mendapat penerimaan lebih konsisten tanpa perlu amnesty berulang. - Kepatuhan Pajak Meningkat
Wajib pajak akan belajar bahwa tidak ada lagi “jalan keluar” lewat pengampunan. Ini bisa meningkatkan kepatuhan sukarela. - Tekanan APBN Jangka Pendek
Dalam 1–2 tahun, penerimaan mungkin lebih rendah. Pemerintah harus hati-hati menjaga defisit agar tidak melebar. - Kepercayaan Publik Terbangun
Publik akan menilai negara lebih adil jika yang taat dihargai dan yang melanggar diberi sanksi. - Digitalisasi Jadi Kunci
Sistem Coretax dan integrasi data finansial akan jadi penentu keberhasilan pajak Indonesia di era digital.
Baca Juga: Dampak Sosial Politik Penolakan Tax Amnesty
Skenario Optimis vs Pesimis
- Optimis: Pemerintah berhasil menjalankan reformasi, penerimaan negara stabil, kepercayaan publik naik.
- Pesimis: Reformasi berjalan lambat, penerimaan jeblok, pemerintah kembali tergoda membuka amnesty di masa depan.
Penolakan tax amnesty jilid III adalah momentum penting. Apakah Indonesia berani keluar dari “ketergantungan” pada solusi instan, atau kembali mengulang pola lama?
Baca Juga: Tax Amnesty: Definisi, Cara Kerja, dan Pro Kontra
Seperti kata Purbaya, “Lebih baik membangun pondasi kuat daripada terus mencari jalan pintas.”
Jika konsisten, masa depan pajak Indonesia bisa lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.