BOGORINSIDER.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penolakannya terhadap wacana program Tax Amnesty jilid III. Menurutnya, kebijakan pengampunan pajak tidak seharusnya diulang terus menerus karena dapat melemahkan kepatuhan wajib pajak dan merusak kredibilitas pemerintah.
Isu tentang kemungkinan digelarnya Tax Amnesty kembali mencuat setelah pemerintah berusaha mencari tambahan penerimaan negara di tengah kebutuhan APBN 2025 yang meningkat. Beberapa kalangan menilai tax amnesty mampu menjadi “jalan pintas” menarik dana masyarakat yang belum terlapor.
Namun, dalam rapat koordinasi ekonomi pekan lalu, Purbaya menyatakan bahwa pemerintah tidak berencana melanjutkan tax amnesty jilid III. Ia menilai cukup dengan dua kali program sebelumnya, yakni 2016–2017 dan 2022.
Dalam keterangan pers, Purbaya menyampaikan sedikitnya dua alasan utama mengapa ia menolak tax amnesty terbaru:
- Merusak Kepatuhan Pajak
Menurutnya, jika tax amnesty terus dibuka, masyarakat akan terbiasa menunda pembayaran pajak dengan asumsi akan selalu ada pengampunan. “Ini menimbulkan moral hazard, orang jadi menunggu pengampunan berikutnya,” tegasnya. - Mengurangi Kredibilitas Pemerintah
Ia menambahkan, program amnesty berulang memberi sinyal negatif bahwa pelanggaran pajak dapat dimaklumi. “Itu pesan yang tidak bagus untuk jangka panjang,” jelas Purbaya.
Sejumlah asosiasi pengusaha memberikan komentar atas sikap Purbaya. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai penolakan ini sebagai langkah positif.
Menurut mereka, pelaku usaha yang sudah taat pajak akan merasa lebih adil bila pemerintah tidak lagi memberikan pengampunan kepada yang melanggar.
Baca Juga: Bahas Cukai Rokok, Purbaya Singgung “Firaun”
Meski begitu, pengusaha tetap meminta pemerintah memperkuat sistem perpajakan, mulai dari digitalisasi layanan melalui Coretax, perbaikan komunikasi kebijakan, hingga peningkatan pelayanan agar wajib pajak merasa dipermudah.
Indonesia sudah dua kali menjalankan tax amnesty:
- Jilid I (2016–2017): berhasil menarik deklarasi harta lebih dari Rp4.800 triliun.
- Jilid II (2022): menjadi bagian dari program pengungkapan sukarela.
- Walau mencatat angka besar, efektivitas jangka panjang tax amnesty masih dipertanyakan. Banyak wajib pajak dinilai kembali menunda kewajiban setelah program selesai.
Dengan ditolaknya tax amnesty, pemerintah perlu mencari strategi lain untuk memperkuat penerimaan pajak. Fokus akan diarahkan pada:
- Perluasan basis pajak.
- Digitalisasi administrasi perpajakan.
- Edukasi dan pelayanan bagi wajib pajak.
“Penerimaan negara harus berkelanjutan, bukan hanya dari solusi jangka pendek,” kata Purbaya.
Purbaya menegaskan agar masyarakat tidak menunggu program tax amnesty berikutnya. Ia mengimbau wajib pajak segera melaporkan dan membayar kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku.
“Jangan lagi menunggu pengampunan. Bayarlah pajak sesuai aturan. Itu bentuk kontribusi nyata untuk bangsa,” tutupnya.