“Kalau tarif cukai sudah segini, tinggi banget. Jangan sampai kebijakan ini malah bunuh industri, karena pekerjanya jutaan,” tegas Purbaya.
Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen dan konsumen rokok terbesar di dunia. Industri ini menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari petani tembakau, buruh pabrik, hingga pedagang kecil.
Baca Juga: Viral Ingin Rampok Uang Negara, Ucapan Anggota DPRD Gorontalo Ini Bikin Warga Geram
Purbaya menekankan bahwa kebijakan cukai tak boleh hanya fokus pada sisi fiskal. Harus ada mitigasi terhadap dampak sosial-ekonomi, terutama jika tarif terlalu tinggi dan memicu PHK massal.
Selain soal tarif, Purbaya juga menyoroti maraknya peredaran rokok ilegal dan palsu. Menurutnya, masalah ini semakin memberatkan industri legal karena menciptakan persaingan tidak sehat.
“Kalau rokok ilegal dibiarkan, industri resmi makin terjepit. Jadi harus ada penegakan yang lebih serius,” ujarnya.
Cukai rokok menjadi salah satu sumber penerimaan negara terbesar. Namun, pemerintah menghadapi dilema: bagaimana menjaga pendapatan negara tanpa menghancurkan ekosistem industri dan menyerap dampak sosial.
Beberapa ekonom menyebut, tarif cukai yang terlalu tinggi justru bisa kontraproduktif karena memicu peredaran produk ilegal dan mengurangi basis pajak.
Ungkapan “tinggi amat, Firaun” dari Purbaya menjadi simbol bahwa kebijakan fiskal tidak bisa hanya berbasis angka. Ia mengingatkan agar pemerintah menyusun kebijakan cukai yang seimbang, mempertimbangkan kesehatan masyarakat, penerimaan negara, serta keberlangsungan industri.
“Kebijakan harus adil. Negara dapat pemasukan, kesehatan masyarakat terjaga, dan pekerja industri tetap terlindungi,” pungkasnya.