Namun, sebuah insiden menggugah arah hidup mereka. Tony Sumampau, salah satu saudara Frans, digigit harimau dan harus menjalani perawatan di Australia. Di sana, mereka melihat konsep kebun safari yang kemudian menjadi inspirasi untuk membangun hal serupa di Indonesia.
Setibanya di Tanah Air, keluarga Manansang menemukan lahan bekas kebun teh di Desa Cibeureum, Cisarua, Bogor, yang kemudian mereka jadikan lokasi pembangunan Taman Safari Indonesia. Proyek ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah, dan pada tahun 1980, TSI resmi dibuka sebagai kebun binatang pertama di ASEAN yang mengusung konsep safari.
Kehadiran Taman Safari Indonesia disambut baik oleh masyarakat dan pemerintah. Tempat ini tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga pusat edukasi dan konservasi satwa. Pada 16 Maret 1990, TSI diresmikan sebagai Pusat Penangkaran Satwa Langka oleh Menteri Kehutanan saat itu, Hasyrul Harahap.
Dari Konservasi ke Kontroversi
Hingga kini, Frans Manansang masih aktif dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan Taman Safari Indonesia. Ia dikenal sebagai sosok penting di balik pengembangan TSI, khususnya dalam hal pelestarian satwa liar dan edukasi publik.
Namun, citra positif yang selama ini melekat pada dirinya kini diuji oleh kasus dugaan pelanggaran HAM yang mencuat ke publik. Tuduhan tersebut membuka kembali tabir sejarah kelam dunia sirkus di Indonesia, khususnya praktik-praktik kerja paksa dan penyiksaan terhadap anak-anak yang terlibat dalam pertunjukan.
Kasus ini tengah ditangani oleh pihak berwenang, dan publik menantikan kejelasan hukum serta keadilan bagi para korban yang telah lama bungkam.