Jalur udara tidak melintasi kawasan konservasi atau taman lindung.
Dinas Lingkungan Hidup Bogor menyatakan, selama struktur tidak merusak vegetasi dan menggunakan fondasi ringan, izin lingkungan bisa diberikan setelah kajian lengkap selesai.
5. Respons dan Harapan Warga
Menariknya, sebagian besar warga justru antusias, terutama mereka yang setiap hari harus menempuh jarak jauh ke Depok atau Jakarta.
“Kalau benar bisa bikin cepat sampai Harjamukti dan lanjut LRT, kami dukung. Asal jangan bikin ribet soal tanah,” ujar Suyono, warga Perumahan Mekarsari, saat ditemui SEWAKTU.id.
Sementara itu, warga lain berharap agar proyek ini memperhatikan keamanan visual dan privasi, karena jalur melintas di atas pemukiman.
Desain kabin dan tiang pun dirancang agar tidak terlalu dekat dengan rumah-rumah warga, mematuhi standar jarak aman minimal 15 meter dari bangunan.
6. Strategi Pemerintah Daerah
Pemerintah Kabupaten Bogor menegaskan dukungan penuh terhadap proyek ini.
Melalui Dinas Perhubungan, Pemkab siap membantu Kemenhub dalam:
-
Menyediakan peta lahan prioritas yang minim konflik kepemilikan.
-
Membentuk tim koordinasi pembebasan lahan lintas OPD.
-
Menyiapkan insentif pajak bagi pengembang yang membuka akses jalur.
Langkah ini diharapkan mempercepat penyelesaian lahan tanpa mengorbankan hak masyarakat.
7. Solusi: Jalur Udara sebagai Alternatif Minim Konflik
Keunggulan utama proyek ini adalah jalur udara, yang hanya membutuhkan fondasi setiap beberapa ratus meter.
Artinya, meskipun melintasi kawasan padat, gangguan sosial bisa ditekan seminimal mungkin.
Dengan memanfaatkan ruang vertikal, proyek ini menjadi contoh bagaimana teknologi bisa menyesuaikan dengan kondisi sosial-lingkungan, bukan sebaliknya.
Proyek kereta gantung Cileungsi–Harjamukti bukan hanya soal teknologi transportasi, tapi juga tentang bagaimana membangun masa depan tanpa merusak akar sosial masyarakat.