Utang Membengkak Rp116T, Begini Kronologi Proyek Whoosh

photo author
- Selasa, 14 Oktober 2025 | 00:12 WIB
Pemandangan udara jalur Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang melintasi kawasan Padalarang, simbol kemajuan infrastruktur sekaligus beban finansial besar proyek Whoosh. (Foto/ Instagram @keretacepat_id)
Pemandangan udara jalur Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang melintasi kawasan Padalarang, simbol kemajuan infrastruktur sekaligus beban finansial besar proyek Whoosh. (Foto/ Instagram @keretacepat_id)

Tanggal 2 Oktober 2023 menjadi momen bersejarah: Presiden Joko Widodo meresmikan Kereta Cepat Jakarta–Bandung dan menamakannya Whoosh (akronim dari “Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat”).
Kecepatan operasional 350 km/jam memang menjadikan proyek ini tonggak kemajuan teknologi transportasi Indonesia.

Namun, di balik euforia itu, laporan keuangan menunjukkan beban utang yang semakin berat.
Total kewajiban KCIC per akhir 2023 menembus Rp116 triliun, dengan proyeksi pembayaran bunga mencapai Rp2,5 triliun per tahun.

Baca Juga: Utang Whoosh: Siapa yang Harus Bayar?

2024–2025: Tuntutan Transparansi dan Penolakan Talangan

Awal 2025, Kementerian Keuangan menerima wacana dari BPI Danantara holding BUMN yang menaungi KCIC untuk mempertimbangkan opsi talangan sementara.
Namun, pada Oktober 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak tegas penggunaan APBN untuk menutup utang tersebut.

“Tidak ada dana negara untuk proyek komersial. Ini harus ditanggung pihak BUMN sesuai perjanjian awal,” tegasnya.

Langkah ini didukung Istana, yang menyebut kebijakan tersebut sejalan dengan arah fiskal baru: menjaga disiplin anggaran dan mengurangi ketergantungan BUMN pada APBN.

Siapa yang Menanggung Sekarang?

Kini, tanggung jawab pembayaran utang sepenuhnya berada di tangan Danantara dan KCIC.
Mereka tengah menyiapkan dua skema:

  1. Restrukturisasi utang dengan CDB melalui negosiasi bunga dan tenor baru.
  2. Refinancing menggunakan dividen BUMN anggota holding yang mencapai Rp80 triliun per tahun.

Menurut sumber internal BPI Danantara, target pembayaran utang jangka panjang akan disusun ulang hingga 2040, agar tidak menekan arus kas korporasi.

Ekonom dari LPEM UI, Teuku Riefky, menilai kasus Whoosh adalah cermin bagaimana BUMN perlu berhati-hati dalam menyeimbangkan ambisi dan rasionalitas bisnis.

“Jika arus kas proyek tak sebanding dengan utang, risiko sistemik bisa muncul. Tapi jika dikelola baik, Whoosh tetap punya potensi besar sebagai simbol transformasi ekonomi,” ujarnya.

Whoosh tetaplah capaian monumental. Namun, perjalanan finansialnya memberi pelajaran penting bagi Indonesia:
bahwa prestise tanpa kalkulasi matang bisa berujung beban keuangan jangka panjang.

Kini, publik menunggu dua hal penting dari pemerintah:

  1. Kejelasan hasil audit independen proyek KCIC.
  2. Transparansi rencana pelunasan utang yang realistis tanpa melibatkan APBN.

Karena di balik kecepatan Whoosh, tersimpan pesan pelan tapi pasti: disiplin fiskal lebih penting dari sekadar kebanggaan nasional.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Faizal khoirul imam

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Elegan di Tengah Isu: Citra Publik Raisa Tetap Kuat

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:28 WIB

Fenomena Netizen: Mengapa Publik Begitu Ingin Tahu?

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:21 WIB

Rahasia Kekuatan Hubungan Raisa dan Hamish Daud

Kamis, 23 Oktober 2025 | 10:09 WIB

Tekanan di Balik Popularitas: Kisah Raisa & Hamish

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:58 WIB

Hapus Foto, Viral Seketika: Fenomena Raisa & Hamish

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:42 WIB

Rumor Cerai: Raisa Menggugat Suami Setelah 8 Tahun

Kamis, 23 Oktober 2025 | 09:07 WIB

Terpopuler

X