Meskipun istilah "membeli pria" terdengar kontroversial, adat ini tidak boleh diartikan secara negatif. Dalam konteks suku Minang atau Padang-Pariaman, posisi suami dianggap sebagai pendatang.
Pendatang ini merujuk pada saat menikah, suami akan tinggal di rumah keluarga istri sebelum memiliki rumah pribadi.
Uang Japuik juga mencerminkan saling penghargaan antara wanita dan pria, dengan tujuan menunjukkan bahwa wanita memiliki derajat yang tinggi dan patut dihormati.
Tradisi ini tidak hanya sekadar membeli pria dengan uang; lebih dari itu, Uang Japuik diinspirasi oleh kisah pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Khadijah.
Kisah ini menceritakan bagaimana Siti Khadijah, yang merupakan seorang pedagang sukses, memberikan sejumlah hartanya kepada Nabi Muhammad SAW, yang pada saat itu hidup dalam kondisi ekonomi yang kurang stabil.
Baca Juga: Menyelami Keindahan Air Terjun Kali Pedati di Probolinggo, Legenda Dewi Rengganis dan Pesona Alam
Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajat Nabi Muhammad SAW agar setara dengan dirinya, dan akhirnya, Nabi Muhammad SAW menerima lamaran tersebut.
Ini adalah contoh dari sikap saling menghargai yang tercermin dalam makna Uang Japuik bagi masyarakat Pariaman.
Perlu dicatat bahwa, meskipun adat ini terdengar tidak lazim, masyarakat setempat tetap mengutamakan ajaran agama di atas segalanya, sehingga Uang Japuik ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam.***