Kepercayaan Pasar dan Rating Kredit
Kabar pengembalian dana korupsi ini juga menarik perhatian lembaga pemeringkat internasional seperti Moody’s dan Fitch Ratings.
Keduanya mencatat langkah pemerintah Indonesia sebagai sinyal kuat terhadap governance dan integritas fiskal.
Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengatakan:
“Konsistensi pemerintah dalam pemulihan aset bisa jadi faktor positif untuk menjaga peringkat kredit Indonesia di level investment grade.”
Artinya, biaya pinjaman negara (cost of borrowing) bisa menurun dan itu berdampak langsung pada kemampuan pemerintah membiayai pembangunan tanpa menambah utang.
Potensi Penggunaan Dana
Kemenkeu memastikan dana Rp13,2 triliun tersebut akan dimasukkan ke dalam pos Belanja Prioritas Nasional 2025, dengan proporsi:
- 35% untuk pendidikan dan pelatihan vokasi,
- 25% untuk pangan dan pertanian,
- 20% untuk subsidi energi rakyat miskin,
- dan sisanya untuk pembangunan infrastruktur daerah.
Menariknya, sebagian dana juga dipertimbangkan untuk memperkuat program Digitalisasi Transparansi Fiskal, agar masyarakat bisa memantau ke mana uang negara mengalir.
Sudut Pandang Makroekonomi
Dari perspektif makro, tambahan Rp13,2 triliun memang tidak akan mengubah peta ekonomi nasional secara drastis, tapi ia punya nilai moral ekonomi.
Ketika publik melihat bahwa uang hasil korupsi bisa kembali dan digunakan untuk rakyat, kepercayaan konsumen naik, dan ini memperkuat pertumbuhan domestik.
Data BI mencatat Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) naik 1,5 poin di bulan Oktober 2025, salah satunya karena persepsi publik membaik terhadap transparansi fiskal pemerintah.
Momentum Reformasi Fiskal
Bagi Kementerian Keuangan, momentum ini menjadi titik balik reformasi fiskal Indonesia.
Menteri Keuangan menyebut pengembalian dana korupsi CPO sebagai “contoh nyata keuangan negara yang berdaulat”.
“Kami ingin tunjukkan, bahwa setiap rupiah hasil kejahatan bisa kembali dan dikonversi menjadi manfaat publik,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta.
Langkah ini juga memperkuat argumentasi pemerintah di mata parlemen dalam pembahasan RUU Aset Negara 2026, yang akan mengatur mekanisme pemanfaatan dana hasil kejahatan secara permanen.