Bagaimana Regulasi Menunjang?
Untuk mengamankan dana sebesar itu, regulasi sedang disusun lintas lembaga:
- OJK: membangun sistem izin dan pengawasan family office agar tidak disalahgunakan.
- Kemenkeu: menyiapkan skema pajak kompetitif tanpa mengorbankan penerimaan negara.
- Imigrasi: menyediakan long-term visa dan izin tinggal bagi investor serta keluarganya.
- BKPM: memastikan proses perizinan investasi dilakukan cepat dan transparan.
“Kita tidak ingin family office hanya jadi jargon. Harus ada tata kelola dan sistem digital terpadu,” tegas Deputi Investasi Kemenkeu.
Suara Kritis: Purbaya Yudhi Sadewa Ingatkan Risiko
Meski potensinya besar, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa proyek ini tidak boleh menggunakan APBN.
Menurutnya, pembiayaan family office harus sepenuhnya berbasis kemitraan swasta.
“Kalau mau bangun family office, bangun saja dengan modal sendiri. Jangan gunakan uang rakyat,” ujarnya.
Pernyataan ini menegaskan kehati-hatian pemerintah dalam menjaga kredibilitas fiskal dan transparansi publik.
Belajar dari Singapura & Dubai
Singapura sudah menampung lebih dari 1.400 family office (data MAS 2025).
Dubai tumbuh cepat dengan kebijakan bebas pajak dan zona keuangan DIFC.
Indonesia mencoba mengambil posisi di tengah:
- Pajak lebih ringan dibanding negara Barat.
- Kehidupan lebih nyaman dan biaya rendah.
- Potensi pasar domestik besar.
- Citra spiritual & alam Bali sebagai lifestyle magnet bagi investor.
Jika strategi ini berjalan, Indonesia bisa menarik 5–10% kapitalisasi global family office, menjadikannya hub baru di Asia.
Baca Juga: Transformasi Bali: Dari Surga Wisata ke Surga Investasi Kelas Dunia
Proyeksi 2030: Apa yang Bisa Terjadi?
Jika prediksi USD 500 miliar terealisasi, dampak yang mungkin terjadi:
- Pertumbuhan ekonomi naik 0,7 poin (kontribusi langsung ke PDB).
- Penyerapan 250 ribu tenaga kerja profesional baru.
- Kenaikan rata-rata investasi asing langsung (FDI) sebesar 15% per tahun.
- Percepatan transisi energi & digitalisasi berkat dana filantropi global.
Namun tanpa tata kelola yang baik, risiko juga besar: penyalahgunaan dana, ketimpangan ekonomi, atau aliran modal jangka pendek yang spekulatif.