BOGORINSIDER.com – “Duit pajak bukan buat nutup proyek rugi!”
Kalimat itu menjadi salah satu komentar paling banyak disebarkan di media sosial sejak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak penggunaan APBN untuk menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) senilai Rp116 triliun.
Publik menilai keputusan itu tepat dan bagi sebagian besar warganet, ini adalah bentuk keadilan fiskal yang jarang mereka rasakan.
Pada 10-13 Oktober 2025, tagar #TolakTalanganAPBN sempat menempati posisi pertama trending di X (Twitter) Indonesia dengan lebih dari 230 ribu cuitan.
Warganet dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, aktivis pajak, hingga pengguna biasa, mengekspresikan pandangan senada: utang proyek bisnis tidak boleh dibayar pakai uang rakyat.
Akun @_pajakcerdas menulis:
“Kalau proyek ini untung, yang menikmati siapa? Kalau rugi, kenapa rakyat yang harus bayar? Keputusan Menkeu itu patut diapresiasi.”
Sementara akun @indopolicy menyoroti pentingnya pengawasan publik:
“Keputusan ini bagus, tapi pastikan laporan KCIC dan Danantara terbuka ke publik. Jangan sampai utang diam-diam dialihkan lewat skema baru.”
Tak hanya di dunia maya, opini serupa juga muncul di dunia nyata.
SEWAKTU.id berbincang dengan sejumlah warga di kawasan Bekasi dan Bandung dua wilayah yang menjadi lintasan jalur Whoosh.
“Kereta cepat keren sih, tapi saya nggak setuju kalau uang pajak kita dipakai buat nutup utangnya,” ujar Rizky, seorang karyawan swasta di Bekasi.
Hal serupa diungkapkan Yuni (45), pedagang kecil di Padalarang:
“Kalau proyek besar rugi, ya yang bangun tanggung jawab dong. Rakyat udah cukup berat bayar pajak.”
Baca Juga: Utang Membengkak Rp116T, Begini Kronologi Proyek Whoosh
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia dalam rilis cepat (10/10/2025) menunjukkan hasil mengejutkan:
- 78% responden mendukung langkah Menkeu menolak talangan APBN untuk proyek Whoosh.
- 15% merasa pemerintah tetap perlu turun tangan.
- 7% tidak tahu atau tidak menjawab.
Direktur Indikator, Burhanuddin Muhtadi, menyebut hasil ini mencerminkan meningkatnya kesadaran publik tentang pentingnya transparansi dan disiplin anggaran negara.
Pengamat komunikasi digital Damar Juniarto menilai fenomena ini sebagai momentum baru partisipasi publik dalam isu fiskal.
“Biasanya, topik pajak dan utang negara dianggap terlalu teknis. Tapi sekarang masyarakat sudah mulai ikut mengawasi, bahkan menekan pemerintah untuk lebih transparan,” ujarnya.