Hera sering membagikan pandangan kritis terkait isu sosial, politik, hingga gaya hidup.
Popularitasnya sebagai influencer lokal membuat setiap unggahan Hera mendapat perhatian luas, termasuk dari pihak-pihak yang berbeda pandangan.
Bagi Hera, tuduhan Ferry bukan sekadar perselisihan kecil, melainkan pukulan serius terhadap reputasi dan kredibilitasnya sebagai figur publik.
Dimensi Hukum: UU ITE Mengintai
Kuasa hukum Hera menyebut kasus ini masuk kategori pidana umum, sehingga tidak perlu melalui somasi terlebih dahulu.
Ferry Irwandi berpotensi dijerat dengan pasal dalam UU ITE terkait fitnah dan pencemaran nama baik.
Namun, kunci penyidikan ada pada pembuktian:
- Apakah benar akun Instagram dan YouTube yang menuding Hera adalah milik Ferry?
- Apakah pernyataan itu ditujukan secara langsung, dan konteksnya memang menyerang pribadi Hera?
Jika dua poin ini terbukti, maka kasus bisa berlanjut ke pengadilan.
Baca Juga: Dari Reformasi hingga Kini: Jejak Kasus Kebebasan Pers di Indonesia
Respons Publik & Media Sosial
Di media sosial, kasus ini menjadi bahan perdebatan.
- Pendukung Hera menganggap langkah hukum ini penting agar tidak ada lagi sembarang tuduhan yang merugikan nama baik orang.
- Sementara pendukung Ferry berpendapat bahwa tuduhan “dalang demo” masih bisa diperdebatkan sebagai opini atau interpretasi politik.
Namun yang pasti, kasus ini menegaskan betapa tipisnya batas antara kebebasan berpendapat dengan potensi jeratan hukum di era digital.
Analisis: Pertarungan Reputasi di Era Medsos
Kasus Ferry–Hera bisa dilihat dari tiga sisi:
- Pertarungan Reputasi
Bagi Hera, menjaga nama baik sebagai influencer adalah kunci keberlangsungan karier. Tuduhan “dalang demo” jelas mengancam integritas publiknya. - Etika Konten & Tanggung Jawab
Bagi Ferry, sebagai konten kreator, kasus ini bisa jadi refleksi soal etika bermedia sosial. Apakah konten yang dibuat berdasarkan fakta, atau sekadar opini tanpa dasar kuat? - Implikasi Hukum
UU ITE masih menjadi payung hukum utama di Indonesia terkait kasus pencemaran nama baik. Kasus ini bisa menjadi preseden baru soal bagaimana kritik atau tuduhan di medsos diproses secara hukum.
Hingga kini, kasus masih dalam tahap penyelidikan oleh Polda Sumut. Penyidik akan memanggil para pihak, memeriksa bukti digital, dan menentukan apakah kasus bisa naik ke tahap penyidikan lebih lanjut.
Bagi masyarakat, kasus ini menjadi pengingat bahwa jejak digital bisa berujung pada meja hijau. Perdebatan di media sosial boleh saja keras, tetapi tetap ada batas yang tidak boleh dilanggar: merugikan nama baik orang lain.