Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada menambahkan, kasus ini memperlihatkan rendahnya sensitivitas sebagian elit politik terhadap penderitaan masyarakat. “Saat rakyat kesulitan ekonomi, DPR justru bicara tunjangan. Ditambah ucapan seperti ini, wajar publik meledak.”
Baca Juga: 10 Nutrisi Penting untuk Pertumbuhan Otak Anak dan Meningkatkan Prestasi Belajar
Partai NasDem, tempat Ahmad Sahroni bernaung, akhirnya buka suara. Pada 1 September 2025, partai mengumumkan penangguhan sementara keanggotaan Sahroni di DPR. Langkah ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab moral dan meredam kemarahan publik.
Meski begitu, keputusan tersebut tidak serta-merta memulihkan citra. Banyak yang menilai keputusan partai terlalu lambat dan hanya bersifat reaktif.
Kontroversi Sahroni melebar menjadi kritik terhadap DPR secara keseluruhan. Banyak suara yang mempertanyakan kinerja lembaga legislatif, serta menuntut transparansi soal anggaran dan tunjangan anggota dewan.
Data LIPI menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap DPR memang terus menurun dalam lima tahun terakhir. Ucapan Sahroni ini menjadi katalisator ketidakpuasan yang sudah lama terpendam.
Sampai artikel ini ditulis, Ahmad Sahroni belum mengeluarkan klarifikasi resmi. Beberapa rekannya menyebut ia memilih diam untuk sementara waktu. Diamnya Sahroni justru menimbulkan spekulasi dan semakin memperbesar amarah publik.
Pernyataan Ahmad Sahroni adalah contoh nyata betapa satu kalimat bisa memicu badai sosial-politik. Bagi masyarakat, ucapan itu bukan sekadar kata kasar, melainkan simbol jarak yang kian melebar antara rakyat dan wakilnya.
Apakah Sahroni mampu bangkit kembali dari kontroversi ini? Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun yang jelas, ucapan “tolol se-dunia” sudah tercatat sebagai salah satu skandal politik paling panas di 2025.