BOGORINSIDER.com --Rapat paripurna DPR RI yang dijadwalkan untuk mengesahkan RUU Pilkada yang kontroversial pada Kamis, 22 Agustus, terpaksa dibatalkan karena tidak memenuhi kuorum.
Rapat Paripurna ini hanya dihadiri oleh 89 anggota DPR, jauh di bawah syarat minimum kehadiran yang dibutuhkan.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa banyaknya legislator yang tidak hadir disebabkan oleh kunjungan kerja mereka ke luar kota.
Baca Juga: Pernyataan DPR RI tunda pengesahan RUU Pilkada, akan patuh dengan keputusan MK
"Saya dapat informasi bahwa ketidakhadiran ini karena banyaknya kunjungan komisi-komisi ke luar kota untuk kunjungan kerja," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta. "Sehingga tingkat kehadirannya jadi rendah," tambahnya.
Sesuai dengan Pasal 279 dan 281 dalam Aturan Tata Tertib DPR, rapat atau sidang DPR baru dapat dimulai jika dihadiri oleh lebih dari separuh anggota, yaitu 288 dari total 575 anggota DPR.
Jika kuorum tidak tercapai, rapat dapat ditunda hingga dua kali dalam waktu maksimal 24 jam.
Jika setelah penundaan tersebut kuorum masih tidak tercapai, maka rapat harus kembali ke mekanisme awal melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Sebelumnya, Badan Legislatif (Baleg) DPR telah menyetujui revisi UU Pilkada untuk disahkan dalam rapat paripurna pada hari Rabu, 21 Agustus.
Baca Juga: Seolah cuek Jokowi tetap beraktivitas di Istana di tengah protes revisi UU Pilkada
Revisi ini dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang mengubah syarat pencalonan pilkada. Namun, DPR tidak sepenuhnya mengakomodasi putusan MK tersebut.
RUU Pilkada ini mendapat persetujuan dari delapan dari sembilan fraksi di DPR, dengan hanya PDIP yang menolak. Pembahasan RUU tersebut dilakukan dengan cepat, kurang dari tujuh jam.
Melihat tingkah DPR itu, muncul gelombang aksi rakyat Indonesia di sejumlah daerah, termasuk di depan Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta yang menolak pengesahan RUU Pilkada.
Aksi ini merupakan bagian dari gerakan 'peringatan darurat Indonesia' yang viral di media sosial setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK.