BOGORINSIDER.com --Dalam rapat paripurna, Ketua DPR Puan Maharani mengumumkan tiga poin utama dalam revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).
Perubahan tersebut mencakup penambahan dua kategori operasi militer selain perang, perluasan kesempatan bagi tentara untuk menduduki posisi di lembaga sipil, serta perpanjangan usia pensiun bagi anggota TNI.
"Kami dan pemerintah menegaskan bahwa perubahan UU 34/2004 tentang TNI tetap mengacu pada prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, serta ketentuan nasional dan internasional," ujar Puan.
Baca Juga: Resmi disahkan oleh DPR RI, sembilan mahasiswa FH UI menggugat UU TNI ke MK
Setelah membacakan poin-poin utama RUU, Puan dua kali meminta persetujuan dari peserta rapat, "Apakah RUU perubahan UU 34/2004 tentang TNI dapat disetujui menjadi undang-undang?" Para anggota DPR pun serempak menjawab, "Setuju."
Namun, tidak semua pihak menyambut revisi ini dengan baik. Agus Widjojo, seorang purnawirawan jenderal yang aktif dalam reformasi militer pascareformasi, mengkritik RUU TNI ini karena dianggap berpotensi mengembalikan militer ke masa lalu.
"Lingkungan yang masih menginginkan dwifungsi militer cukup kuat," ujar Agus dalam wawancara via telepon dari Manila.
Menurutnya, keterlibatan militer dalam urusan sipil dapat merusak independensi TNI dan menjadikannya alat politik. "Politik bisa mencampuri urusan tentara dan tidak menghargai independensi mereka. Ini merupakan langkah mundur bagi TNI," tambahnya.
Baca Juga: Warganet serukan aksi mogok bayar pajak usai pengesahan UU TNI oleh DPR RI saat rapat paripurna
Di sisi lain, DPR dan pemerintah berulang kali membantah bahwa RUU ini akan menghidupkan kembali peran militer dalam ranah sipil. Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, menegaskan bahwa anggapan tersebut tidak benar.
Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, menyatakan bahwa revisi ini justru bertujuan untuk memberikan dasar hukum yang jelas dalam penugasan tentara di ranah sipil.
Namun, Agus berpendapat bahwa revisi ini seharusnya fokus pada penyelesaian reformasi TNI, termasuk penghapusan struktur komando teritorial Angkatan Darat yang masih bertahan sejak era Orde Baru.
Struktur ini, yang mencakup kodam, kodim, koramil, dan babinsa, pada masa lalu digunakan sebagai alat dwifungsi militer untuk mempengaruhi kehidupan sosial dan politik masyarakat.
Dalam pembahasan UU TNI tahun 2004, isu penghapusan komando teritorial sempat menjadi perdebatan sengit di DPR. Namun, usulan tersebut akhirnya tidak terealisasi, dan sistem tersebut tetap bertahan hingga saat ini.
Artikel Terkait
Profil Willie Salim, kreator konten yang viral karena kontroversi rendang hilang di Palembang
Konten memasak 200 Kg rendang oleh Willie Salim di Palembang berujung dilaporkan ke Polisi
Penghasilan fantastis Willie Salim, tiktoker yang kehilangan 200 Kg rendang di Palembang
Ungkap Polisi sudah terima 3 laporan terhadap Willie Salim atas konten masak rendang di Palembang
Gelombang demonstrasi menolak UU TNI yang disahkan DPR RI meluas ke berbagai daerah