Kasus Whoosh menjadi “cermin besar” bagi semua BUMN.
Kementerian BUMN kini tengah menyusun regulasi baru yang menetapkan batas investasi maksimal untuk proyek PSN berbasis pinjaman asing.
Aturannya menekankan prinsip value for money, bukan sekadar value for prestige.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan,
“Kami belajar banyak dari KCIC. Reformasi governance di BUMN harus berjalan cepat agar tidak ada lagi proyek besar yang menekan fiskal.”
Arah Baru Pembangunan Nasional
Ke depan, pemerintah berencana mengintegrasikan proyek besar seperti Whoosh ke dalam ekosistem transportasi terpadu Jawa Barat–Jakarta, dengan target efisiensi dan profitabilitas pada 2030.
Rencana ini meliputi:
- Konektivitas tiket antarmoda digital.
- Jalur logistik cepat (cargo express).
- Pengembangan kawasan transit oriented development (TOD) di stasiun Halim dan Tegalluar.
Dengan strategi ini, pemerintah berharap Whoosh bisa berubah dari “beban” menjadi “mesin ekonomi baru”.
Baca Juga: Warganet Soal Whoosh: “Jangan Pakai Duit Pajak!”
Pelajaran Nasional: Transparansi adalah Kecepatan Baru
Kasus Whoosh menunjukkan bahwa kemajuan sejati bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga integritas.
Dari Kementerian Keuangan, BUMN, hingga masyarakat semuanya belajar bahwa setiap rupiah publik harus dipertanggungjawabkan.
Seorang analis fiskal dari Universitas Gadjah Mada menyimpulkan dengan kalimat yang sederhana namun kuat:
“Proyek besar bukan dosa. Tapi menutupinya dengan APBN adalah kesalahan yang mahal.”
Whoosh tetap melaju, tapi dengan arah baru lebih transparan, lebih rasional, dan lebih manusiawi.
Langkah Purbaya bukan akhir dari cerita, melainkan fondasi bagi masa depan kebijakan fiskal yang sehat dan modern.
Dan di rel panjang perjalanan bangsa, Whoosh mengajarkan satu hal penting:
Kecepatan tidak berarti apa-apa tanpa arah yang benar.