AI & Era Hoaks Visual
Fenomena foto palsu Ammar Zoni membuka bab baru tentang bagaimana teknologi AI bisa digunakan untuk menyebarkan disinformasi visual.
Menurut riset Digital 2025 Indonesia Report, tingkat kepercayaan pengguna terhadap konten visual di media sosial masih sangat tinggi lebih dari 72% warganet cenderung percaya pada foto tanpa memeriksa sumber.
Itulah sebabnya foto manipulatif seperti ini bisa cepat menyebar dan membentuk opini publik tanpa dasar.
“AI itu pisau bermata dua: bisa membantu kreativitas, tapi juga bisa jadi senjata untuk menipu publik,” kata Dian Armand, pakar komunikasi digital dari UI.
Publik Tertipu, Media Sosial Panas
Tagar #AmmarZoniMenikahLagi sempat trending selama dua hari.
Sebagian netizen mengaku tertipu, sementara yang lain justru memuji betapa “sempurna” hasil editan AI tersebut.
Namun, setelah fakta terungkap, banyak pengguna menyoroti perlunya literasi digital dan etika penggunaan AI agar tidak digunakan untuk menyesatkan masyarakat.
Media arus utama kemudian menerbitkan artikel klarifikasi agar publik tak salah paham.
Refleksi: Antara Gosip dan Tanggung Jawab Digital
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa era digital bukan sekadar soal kebebasan berekspresi, tapi juga soal tanggung jawab moral.
Publik figur seperti Ammar Zoni kerap menjadi korban disinformasi yang dibungkus sensasi.
Bagi media dan pengguna, penting untuk memverifikasi sebelum membagikan, apalagi ketika menyangkut reputasi seseorang.
Kisah “pernikahan” Ammar Zoni dan Dewi Julliyana hanyalah contoh kecil dari bagaimana teknologi AI bisa menciptakan realitas palsu.
Di tengah maraknya konten AI, publik ditantang untuk lebih bijak, skeptis, dan berhati-hati agar tidak menjadi bagian dari rantai penyebar hoaks.