BOGORINSIDER.com – Polemik kebebasan pers kembali jadi sorotan setelah seorang jurnalis CNN Indonesia sempat dicabut aksesnya ke Istana Negara. Kejadian ini sontak memicu gelombang reaksi publik, desakan Dewan Pers, hingga akhirnya pihak Istana mengembalikan akses tersebut pada Senin (29/9/2025).
Kronologi Kasus
Awal persoalan muncul ketika jurnalis CNN menanyakan secara kritis mengenai program makan bergizi gratis (MBG) yang belakangan menuai sorotan setelah lebih dari 5.000 siswa dilaporkan keracunan. Pertanyaan itu rupanya dianggap “tidak pantas” oleh pihak protokol Istana, sehingga akses sang reporter dicabut.
Namun kabar pencabutan akses itu cepat menyebar. Tagar #BebaskanPers dan #DukungJurnalis trending di media sosial, menandakan keresahan masyarakat terhadap langkah yang dianggap mengancam kebebasan pers.
Reaksi Dewan Pers
Ketua Dewan Pers langsung mengeluarkan pernyataan resmi. Ia menegaskan bahwa jurnalis memiliki hak bertanya dan meliput kebijakan publik tanpa intimidasi. Menurutnya, pencabutan akses adalah bentuk pembungkaman yang tidak sejalan dengan semangat reformasi.
“Jika pemerintah alergi kritik, maka yang rugi adalah masyarakat. Media hanya menjalankan fungsi kontrol,” ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Kenang Naufal Takdir, Atlet Gimnastik yang Pergi Terlalu Cepat
Gelombang Solidaritas
Tak hanya Dewan Pers, organisasi jurnalis internasional seperti Reporters Without Borders (RSF) juga ikut menyoroti. Mereka menyebut kasus ini dapat merusak reputasi demokrasi Indonesia di mata dunia.
Di dalam negeri, sejumlah media besar seperti Kompas, Tempo, hingga Detik menurunkan editorial khusus yang menekankan pentingnya kebebasan pers sebagai pilar demokrasi.
Respons Istana
Mendapat sorotan besar, pihak Istana akhirnya mencabut kembali keputusan itu. Kepala Sekretariat Presiden menyampaikan klarifikasi bahwa “terjadi miskomunikasi teknis” dan memastikan jurnalis CNN bisa kembali meliput.
Meski begitu, publik terlanjur menilai bahwa insiden ini mencerminkan masih rapuhnya ruang kebebasan pers di Indonesia.
Dampak Politik