BOGORINSIDER.com – Ustaz Khalid Basalamah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih, Jakarta, dan menjadi sorotan publik karena menyangkut tokoh agama yang dikenal luas di masyarakat.
Khalid hadir sebagai saksi, bukan tersangka. Dalam proses pemeriksaan, ia juga menyerahkan sejumlah uang kepada KPK yang disebut sebagai bagian dari barang sitaan dalam kasus kuota haji.
Meski jumlahnya tidak diungkapkan secara rinci, KPK memastikan bahwa pengembalian tersebut dilakukan sesuai prosedur penyidikan.
Pemanggilan Khalid Basalamah berawal dari dugaan penyalahgunaan kuota haji tambahan 2024 yang menyeret sejumlah pihak, termasuk biro perjalanan umrah dan haji. Nama Khalid muncul lantaran ia diketahui terlibat dalam bisnis travel ibadah tersebut.
KPK menegaskan bahwa hingga kini status Khalid masih sebatas saksi. “Kami ingin memperjelas peran dan informasi yang dimiliki oleh saksi, termasuk aliran dana dalam kasus ini,” ujar juru bicara KPK.
Baca Juga: Indonesia Tanpa Tax Amnesty: Masa Depan Pajak 2025
Melalui sebuah podcast, Khalid sempat memberikan penjelasan kepada publik. Ia mengaku datang memenuhi panggilan sebagai bentuk ketaatan hukum dan meminta masyarakat tidak berspekulasi berlebihan.
Namun, pernyataan ini justru menuai perhatian, sebab KPK menilai ada materi penyidikan yang ikut terbuka di ruang publik.
“Kami mengingatkan agar pihak saksi tidak menyampaikan hal-hal terkait substansi pemeriksaan sebelum proses penyidikan selesai,” tegas perwakilan KPK.
Kasus ini memicu beragam reaksi di media sosial. Ada yang mendukung keterbukaan Khalid, ada pula yang menilai sebaiknya ia lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan.
Di sisi lain, jamaah dan calon haji mendesak agar pemerintah lebih transparan dalam mengatur distribusi kuota haji agar kasus serupa tidak terulang.
KPK memastikan penyidikan kasus kuota haji masih terus berjalan. Setelah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Khalid Basalamah, lembaga antikorupsi ini akan menentukan arah penyidikan berikutnya, termasuk potensi penetapan tersangka baru.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa tata kelola kuota haji harus dijaga agar tetap adil, transparan, dan bebas dari praktik penyalahgunaan.