BOGORINSIDER.com --Pernyataan seorang politisi bisa mengubah persepsi publik dalam sekejap. Itulah yang dialami Wahyudin Moridu, anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Fraksi PDI Perjuangan.
Ucapannya yang terekam dalam sebuah video viral, di mana ia menyebut ingin “merampok uang negara”, sontak menggemparkan jagat maya dan menyeret nama DPRD Gorontalo ke dalam sorotan publik nasional.
Video Viral yang Mengguncang Publik
Potongan video berdurasi singkat itu beredar luas di media sosial pada awal September 2025. Dalam rekaman, Wahyudin terdengar melontarkan kalimat provokatif di depan forum internal yang kemudian bocor ke publik.
Meski ia mengklaim bahwa pernyataan itu hanya gurauan, publik telanjur menilainya serius.
Baca Juga: Hilang dari Medsos, Irjen Krishna Murti Disorot Isu Hubungan dengan Polwan
Respons netizen pun tak main-main. Tagar tentang “Rampok Uang Negara” sempat trending di X (Twitter), diikuti komentar tajam yang menyebut ucapan tersebut tidak pantas keluar dari seorang wakil rakyat.
Masalahnya, publik tidak hanya melihat Wahyudin secara individu. Nama baik DPRD Provinsi Gorontalo ikut terseret. Lembaga legislatif daerah yang seharusnya menjadi wadah aspirasi masyarakat mendadak dipersepsikan sebagai tempat “main-main uang negara”.
Akademisi Universitas Negeri Gorontalo, misalnya, menilai kasus ini menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DPRD. “Ucapan satu orang bisa menggerus citra lembaga. Ini berbahaya, karena publik bisa kehilangan kepercayaan pada semua anggota dewan,” ungkap salah satu pengamat politik lokal.
Baca Juga: Fenomena Shell Kosong, Apa Solusi ke Depan?
Badan Kehormatan (BK) DPRD Gorontalo segera menggelar rapat untuk membahas sanksi. Opsi yang muncul mulai dari teguran keras, pemberhentian dari alat kelengkapan dewan, hingga pemecatan sebagai anggota DPRD. Ketua BK memastikan keputusan final akan diumumkan pada pekan depan.
Sementara itu, PDI Perjuangan sebagai partai pengusung juga diminta mengambil sikap tegas. Namun hingga kini, PDIP belum memutuskan apakah Wahyudin akan diberhentikan dari keanggotaan partai atau cukup diberi peringatan.
Pelajaran Politik: Publik Semakin Kritis
Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Gorontalo dan Indonesia pada umumnya semakin kritis. Ucapan yang meremehkan atau menyinggung publik langsung mendapat respons besar di media sosial. Politisi pun dituntut lebih hati-hati dalam setiap pernyataan, bahkan dalam forum tertutup sekalipun.
Selain itu, kasus Wahyudin membuka kembali diskusi tentang etika politik dan mekanisme seleksi calon legislatif. Bagaimana partai menguji rekam jejak, moralitas, dan integritas seseorang sebelum duduk di kursi DPRD?
Baca Juga: Negara Rugi Triliunan, Tiga Menteri Agama dalam Tiga Kasus Korupsi Haji
Kasus viral ini bisa menjadi momentum perbaikan. Jika DPRD Gorontalo mampu bersikap tegas, citra lembaga bisa perlahan pulih. Sebaliknya, jika dianggap main-main, kepercayaan publik akan makin terkikis.