BOGORINSIDER.com --Jika dunia ekonomi diibaratkan ring tinju, kini publik sedang menyaksikan pertarungan gaya antara dua tokoh besar Sri Mulyani Indrawati dan Purbaya Yudhi Sadewa. Jokowi bahkan ikut turun tangan memberi komentar, menyebut Purbaya memiliki mazhab yang berbeda dengan Sri Mulyan dan menurutnya, itu hal yang “sangat bagus”.
Jokowi: Beda Mazhab Itu Sehat
Dalam pernyataannya (12/9/2025), Presiden Jokowi menegaskan bahwa perbedaan pendekatan antara Sri Mulyani dan Purbaya adalah sesuatu yang wajar, bahkan diperlukan.
“Sangat bagus, karena ada perbedaan mazhab. Kita butuh perspektif baru,” ujarnya dikutip dari CNN Indonesia.
Baca Juga: Gantikan Sri Mulyani, Dampak Menkeu Purbaya Siapkan 200 Triliun Parkir di Bank BUMN
Sri Mulyani dikenal dengan gaya “fiskal konservatif” disiplin anggaran, hati-hati dalam pembiayaan, dan fokus menjaga defisit tetap terkendali. Sementara itu, Purbaya membawa warna “pro-growth” berani longgar dengan likuiditas dan lebih fokus pada pertumbuhan cepat.
Selama dua periode Jokowi, Sri Mulyani menjadi simbol disiplin fiskal. Ia menjaga APBN dengan ketat, bahkan sering dianggap sebagai “rem tangan” pemerintah agar belanja negara tidak kebablasan.
Pendekatannya dianggap sukses menjaga kepercayaan investor internasional, menjaga stabilitas rupiah, dan mengawal Indonesia melewati badai pandemi COVID-19. Namun, tak jarang ia dikritik karena terlalu berhati-hati, sehingga pertumbuhan ekonomi dinilai lambat.
Berbeda dengan Sri Mulyani, Purbaya hadir dengan pendekatan yang lebih berani. Ia siap menggelontorkan likuiditas, misalnya dengan wacana penarikan dana Rp200 triliun dari BI agar bisa memperkuat kredit bak.
Baca Juga: Sosok Purbaya Yudhi Sadewa, Dari Teknik Elektro Jadi Menteri Keuangan Trending di Medsos
Purbaya percaya, di tengah perlambatan global, justru diperlukan langkah proaktif agar roda ekonomi domestik tidak melambat. Publik pun melihatnya sebagai sosok yang lebih “gaspol” dibanding pendahulunya.
Netizen: “Ekonomi Jadi Kayak Balap Mobil”
Publik menyambut duel mazhab ini dengan antusias. Netizen menyebut Sri Mulyani ibarat sopir yang selalu injak rem demi keamanan, sementara Purbaya lebih seperti pembalap yang senang tancap gas.
“Ekonomi kalau terlalu sering direm, bisa nggak jalan. Tapi kalau ngebut terus, bisa tabrakan,” tulis seorang warganet di X (Twitter).
Ada juga yang lebih optimistis: “Bagus ada warna baru. Ekonomi kan butuh keseimbangan, kadang rem, kadang gas.”
Analisis: Mana yang Lebih Baik?
Tidak ada mazhab yang mutlak benar atau salah. Dalam kondisi tertentu, disiplin ala Sri Mulyani diperlukan. Tapi dalam situasi lain, keberanian ala Purbaya bisa menjadi kunci agar Indonesia tidak tertinggal.