BOGORINSIDER.com --Penemuan 76 potongan tubuh korban mutilasi di Mojokerto menggemparkan publik.
Potongan tubuh tersebut ditemukan tercecer di kawasan Pacet, Mojokerto, Jawa Timur, sejak Minggu (7/9/2025) sore.
Polisi memastikan potongan itu berasal dari seorang perempuan berinisial TAS, yang diduga dibunuh oleh kekasihnya sendiri, Alvi Maulana.
Warga Pacet awalnya menemukan bungkusan plastik hitam yang mencurigakan di tepi jalan setapak menuju hutan. Saat dibuka, mereka dikejutkan oleh potongan tubuh manusia. Panik, warga segera melapor ke aparat desa dan Polsek Pacet.
Baca Juga: Biadab, Kasus Mutilasi Mojokerto Ditemukan 310 Potongan Tubuh Gegerkan Mojokerto
Polisi yang tiba di lokasi segera melakukan penyisiran. Dalam hitungan jam, ditemukan 76 potongan tubuh di berbagai titik, mulai dari semak-semak, sungai kecil, hingga jalan setapak menuju perbukitan Pacet.
“Penemuan awal ini sangat mengejutkan. Potongan tubuh tercecer di banyak titik, sehingga kami harus menyisir area lebih luas,” kata Kapolres Mojokerto AKBP Andi Rahmad.
Pelaku Kekasih Korban Sendiri
Investigasi cepat mengarah pada Alvi Maulana, kekasih korban. Pelaku akhirnya ditangkap di kosnya di Surabaya pada Senin (8/9/2025). Saat penggeledahan, polisi menemukan barang bukti berupa pisau, kantong plastik, serta sisa potongan tubuh yang belum dibuang.
Alvi diketahui pernah bekerja sebagai tukang jagal hewan. Latar belakang profesinya membuatnya terbiasa menggunakan pisau dan mampu memotong tubuh manusia dengan presisi. Fakta inilah yang membuat polisi menyebut Alvi melakukan mutilasi dengan cara yang “sangat profesional".
Motif Mutilasi Konflik dan Emosi
Dari hasil interogasi awal, motif mutilasi berakar pada pertengkaran dalam hubungan asmara. Malam sebelum kejadian, Alvi dan TAS terlibat cekcok soal masalah keuangan dan rasa cemburu. Pertengkaran berujung pada pembunuhan, yang kemudian dilanjutkan dengan mutilasi untuk menghilangkan jejak.
Psikolog mengaitkan kasus ini dengan fenomena hubungan toksik. “Ketika hubungan dipenuhi kontrol, manipulasi, dan kekerasan verbal, hal itu bisa memicu tindakan ekstrem. Kasus Mojokerto ini adalah contoh nyata betapa berbahayanya toxic relationship,” jelas seorang psikolog klinis kepada Detik.
Baca Juga: Haornas ke-42 Diselenggarakan di Tengah Kosongnya Kursi Menpora