Patung Iron Man besar yang menjadi ikon rumah Sahroni.
Perhiasan dan barang elektronik.
Kehilangan paling disorot publik adalah jam tangan Richard Mille RM 40‑01 McLaren Speedtail senilai Rp11,7 miliar. Kasus ini bahkan mendapat perhatian internasional karena nilai barang yang fantastis.
Banyak warga sekitar mengaku kaget sekaligus takut atas kejadian ini. “Kami tidak menyangka akan sampai segitunya. Awalnya hanya demo, tiba-tiba berubah jadi kerusuhan,” kata seorang warga.
Sebagian warga juga menilai penyerbuan ini tak lepas dari akumulasi kemarahan masyarakat terhadap elit politik. “Ucapan beliau sudah menyinggung hati rakyat. Ditambah isu tunjangan DPR, jadi ledakan,” tambahnya.
Respons Kepolisian
Polres Metro Jakarta Utara langsung turun tangan. Puluhan aparat dikerahkan untuk membubarkan massa dan mengamankan lokasi. Beberapa orang berhasil diamankan, sementara yang lain masih dalam pengejaran.
Baca Juga: Apa Sih Bercak Putih pada Kuku itu?
Kabid Humas Polda Metro Jaya menyatakan bahwa kepolisian akan mengusut tuntas kasus ini. “Kami akan menindak tegas perusakan dan penjarahan. Namun kami juga memahami akar permasalahannya, sehingga semua pihak diminta tetap tenang dan tidak main hakim sendiri,” ujarnya.
Partai NasDem menyayangkan insiden ini. “Apapun alasannya, kekerasan dan penjarahan tidak bisa dibenarkan. Namun kami juga menyadari bahwa ucapan Pak Sahroni telah memicu keresahan. Partai sudah mengambil langkah dengan menangguhkan keanggotaannya di DPR,” ungkap Sekjen NasDem.
Penyerbuan rumah Ahmad Sahroni menjadi simbol runtuhnya kepercayaan publik terhadap elit politik. Aksi ini memicu diskusi luas soal legitimasi DPR, transparansi anggaran, dan gaya hidup mewah pejabat di tengah kesulitan rakyat.
Pengamat politik menyebut peristiwa ini bisa menjadi titik balik relasi rakyat dengan wakilnya. “Jika tidak segera ada reformasi, jarak antara rakyat dan DPR akan makin sulit dipulihkan,” kata pengamat dari Universitas Paramadina.
Peristiwa penyerbuan rumah Ahmad Sahroni bukan sekadar aksi kriminal, melainkan cerminan amarah publik terhadap simbol kekuasaan yang dianggap arogan. Insiden ini akan tercatat sebagai salah satu episode paling panas dalam politik Indonesia tahun 2025.