BOGORINSIDER.com --Ahmad Sahroni, politikus Partai NasDem yang dikenal dengan julukan Crazy Rich Tanjung Priok, resmi dipindahkan dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI ke Komisi I DPR.
Perpindahan ini memantik banyak pertanyaan: apa alasan di balik rotasi tersebut?
Surat Resmi Rotasi NasDem
Rotasi Ahmad Sahroni tertuang dalam surat Fraksi Partai NasDem tertanggal 29 Agustus 2025. Surat bernomor 09/FR-ND/DPR-RI/VIII/2025 itu menegaskan bahwa Sahroni tak lagi menjabat di Komisi III DPR RI (bidang hukum, HAM, keamanan), melainkan menjadi anggota Komisi I DPR RI yang membidangi luar negeri, pertahanan, komunikasi, dan intelijen.
Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat Sahroni selama beberapa tahun cukup aktif dan vokal di Komisi III.
Baca Juga: Ahmad Sahroni Jadi Sorotan di X karena Isu “Simpanan”
Fraksi NasDem menegaskan bahwa rotasi jabatan adalah bagian dari penyegaran internal partai. Menurut Sekretaris Fraksi NasDem, rotasi ini penting untuk menjaga dinamika organisasi dan menempatkan kader di posisi yang dianggap sesuai dengan kebutuhan serta kapasitas terbaiknya.
“Ini langkah penyegaran, bukan sanksi. Semua kader NasDem siap ditempatkan di manapun untuk kepentingan rakyat,” ujar salah satu petinggi fraksi.
Meski partai menyebut rotasi murni sebagai strategi internal, publik mengaitkannya dengan kontroversi pernyataan Sahroni.
Beberapa waktu lalu, ia menyebut pihak yang menyerukan pembubaran DPR sebagai “orang tolol sedunia”. Ucapan tersebut menuai kritik luas dari masyarakat sipil, aktivis, hingga warganet.
Baca Juga: Komunitas Ojol Tunjukkan Solidaritas di Pemakaman Affan Kurniawan
Banyak yang menilai rotasi ini merupakan respons halus dari partai untuk meredam polemik sekaligus menjaga citra NasDem.
NasDem, yang selama ini membawa slogan “Restorasi Indonesia”, perlu menjaga citra politiknya di tengah derasnya kritik publik terhadap DPR. Pernyataan Sahroni dianggap berpotensi memperburuk pandangan masyarakat terhadap lembaga legislatif, sehingga partai perlu mengambil langkah cepat.
Menurut pengamat politik Universitas Indonesia, rotasi Sahroni adalah bentuk damage control. “Partai tentu tidak ingin kontroversi individu merusak citra kolektif. Rotasi adalah cara elegan untuk menurunkan ketegangan tanpa memberi kesan menjatuhkan kader sendiri,” jelasnya.
Dengan berpindah ke Komisi I, Sahroni akan menghadapi isu yang berbeda: hubungan internasional, pertahanan, keamanan siber, hingga komunikasi publik. Bidang ini menuntut sensitivitas tinggi, terutama di era global yang penuh dinamika geopolitik.