BOGORINSIDER.com --Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman bagi pengusaha Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara terkait kasus korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Sebelumnya, ia hanya divonis 6,5 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Harvey Moeis dikenal sebagai suami pesinetron Sandra Dewi, yang dinikahinya pada November 2016 setelah menjalin hubungan selama tiga tahun.
Pernikahan mereka sempat menjadi sorotan publik karena resepsi mewah yang digelar di Disneyland Tokyo, Jepang.
Baca Juga: Harvey Moeis dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dalam kasus korupsi, tas Sandra Dewi ikutan disita
Pasangan ini memiliki dua anak, salah satunya, Raphael Moeis, sempat menarik perhatian publik lantaran menerima hadiah jet pribadi saat ulang tahun pertamanya.
Di luar kehidupannya sebagai suami selebritas, Harvey merupakan pengusaha batu bara dan menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Multi Harapan Utama (MHU).
Perusahaan ini beroperasi di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda, Kalimantan Timur, dengan produk batu bara yang dipasarkan untuk kebutuhan domestik maupun ekspor ke berbagai negara seperti Korea Selatan, India, China, Bangladesh, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Harvey ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi PT Timah pada Maret 2024. Kejaksaan Agung mengungkap bahwa ia berperan sebagai perantara PT RBT dalam kasus tersebut.
Baca Juga: Apa itu Ultra Petita yang disangkutpautkan dengan penambahan vonis Harvey Moeis kasus korupsi
Harvey diketahui berkomunikasi dengan Direktur Utama PT Timah, MRPT, pada periode 2018-2019. Dalam sidang awal, ia dijatuhi vonis 6,5 tahun penjara, yang kemudian menuai kritik publik karena besarnya kerugian negara yang mencapai Rp300,003 triliun.
Kritik juga datang dari Presiden Prabowo Subianto, yang menilai vonis ringan bagi pelaku korupsi tidak mencerminkan keadilan.
Dalam pidatonya di Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 pada 30 Desember 2024, Prabowo menyoroti ketimpangan dalam sistem hukum, membandingkan vonis ringan koruptor dengan hukuman berat bagi rakyat kecil yang mencuri.
Menanggapi vonis tersebut, Jaksa Agung mengajukan banding, yang akhirnya dikabulkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.