BOGORINSIDER.com --Armor Toreador, suami dari selebgram Cut Intan Nabila, mengakui kepada pihak kepolisian bahwa dirinya telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya sejak tahun 2020.
Pengakuan ini muncul setelah kasus kekerasan yang dialami Cut Intan Nabila menjadi viral di media sosial.
Dalam salah satu unggahannya yang viral, Cut Intan Nabila mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi korban kekerasan berulang kali.
Meski telah memaafkan suaminya beberapa kali, akhirnya Cut Intan memutuskan untuk melaporkan kasus KDRT yang dialaminya kepada pihak berwajib.
Baca Juga: KemenPPPA prihatin atas kasus KDRT yang dialami Cut Intan Nabila, speakup mental korban dan anaknya
Korban KDRT sering kali mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari pelaku dan cenderung mempertahankan pernikahan mereka, meskipun sudah mengalami kekerasan berulang.
Alasan di balik keputusan ini bervariasi, mulai dari kelekatan emosional hingga faktor materi.
Psikolog klinis Anastasia Sari menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang membuat korban kekerasan, seperti dalam kasus KDRT, merasa terpaksa mempertahankan hubungan mereka.
"Korban mungkin merasa tidak cukup 'percaya diri' untuk berdiri sendiri, baik secara finansial maupun emosional, sehingga sulit untuk melepaskan diri dari pelaku," ujar Sari dalam wawancara dengan detikcom pada Rabu, 14 Agustus 2024.
Selain itu, Sari juga menyoroti faktor sosial yang turut mempengaruhi keputusan korban. Menurutnya, banyak korban KDRT yang enggan dianggap gagal atau malu menjadi bahan perbincangan sosial, sehingga mereka memilih untuk bertahan.
"Faktor sosial juga memainkan peran, korban mungkin merasa malu jika dipandang gagal dalam hubungan, dan ini bisa menjadi alasan mengapa mereka sulit melepaskan diri," tambahnya.
Sari juga mengungkapkan bahwa pelaku KDRT sering kali memiliki sifat manipulatif yang membuat korban semakin sulit untuk keluar dari lingkaran kekerasan tersebut.
Kondisi ini dapat membuat korban menjadi kebingungan untuk mengambil keputusan karena pelaku lihai dalam menggambarkan situasi yang terjadi seolah-olah merupakan salah dari korban. Korban akhirnya menjadi takut dan malu untuk mengambil keputusan.