BOGORINSIDER.com --Muhammad Saleh Mukadam, dikenal sebagai MSM dan berusia 48 tahun, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah menembak korban bernama Salam (35) saat acara pernikahan tradisional di Lampung.
Kejadian tragis ini terjadi ketika Saleh melepaskan tembakan dari jarak sekitar 15-20 meter, yang menyebabkan Salam terjatuh dan mengalami luka tembak fatal di bagian kepalanya hingga akhirnya meninggal dunia.
Dalam pembelaannya, Saleh Mukadam melalui kuasa hukumnya, Dedi Wijaya, menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Saleh adalah murni kecelakaan dan tidak disengaja.
Baca Juga: Warga hadir di acara pernikahan tewas ditembak, polisi akui peluru nyasar dari anggota DPRD Lampung
Saleh juga telah memberikan permintaan maaf secara langsung kepada keluarga korban. "Tidak ada niat jahat dalam peristiwa ini, semuanya merupakan kecelakaan yang diakui oleh tersangka," ungkap Dedi Wijaya kepada para wartawan.
Selain itu, Dedi Wijaya juga menegaskan bahwa kliennya telah secara pribadi meminta maaf kepada keluarga korban, bahkan diketahui bahwa korban merupakan paman kandung dari Saleh.
"Tersangka telah secara langsung meminta maaf kepada keluarga korban, dan hubungan keluarga yang terjalin antara keduanya menambah tragisnya peristiwa ini," jelasnya.
Kasus ini telah menimbulkan duka mendalam di masyarakat Lampung dan menjadi sorotan publik yang sangat sensitif.
Proses hukum selanjutnya diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dan menegakkan supremasi hukum secara adil.
Semoga kejadian serupa tidak terulang di masa depan, dan semua pihak dapat mengambil pelajaran penting tentang kehati-hatian dalam segala tindakan.
Dedi Wijaya menyebut kliennya siap berupaya untuk bertanggung jawab kepada pihak keluarga dalam hal ini anak dan istri korban yang ditinggalkan.
"Tersangka sendiri akan berupaya untuk terkait ganti rugi dan pertanggung jawaban terhadap istri dan anak itu sendiri," tambahnya.
Atas peristiwa ini, Saleh dijerat Pasal 359 ayat 1 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.