BOGORINSIDER.com --Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Harvey Moeis, suami dari aktris Sandra Dewi, sebagai tersangka dalam kasus korupsi timah yang melibatkan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022.
Kasus ini telah menimbulkan dampak serius pada lingkungan, dengan kerugian mencapai jumlah yang sangat besar, yaitu Rp 271 triliun.
Menurut informasi yang dilansir oleh detikcom pada Kamis (28/3/2024), Kejagung sebelumnya telah mengungkapkan bahwa kerugian lingkungan ini dihitung berdasarkan analisis dari ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.
Baca Juga: Harvey Moeis sosok suami Sandra Dewi yang menjadi BA Ferrari hingga belikan anaknya pesawat jett
Bambang mengungkapkan angka kerugian lingkungan tersebut dalam sebuah konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, pada Senin (19/2/2024).
Bambang menjelaskan bahwa kerugian akibat kerusakan hutan di Bangka Belitung akibat kasus ini mencapai angka yang luar biasa, mencapai Rp 271.069.688.018.700 atau setara dengan Rp 271 triliun. "Total kerugian yang harus ditanggung negara adalah Rp 271.069.687.018.700," kata Bambang.
Dia juga merinci bahwa kerugian tersebut terbagi antara kerugian di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.
"Di kawasan hutan, kerugian lingkungan ekologisnya mencapai Rp 157,83 triliun, sedangkan kerugian ekonomi lingkungannya Rp 60,276 triliun, dengan biaya pemulihan sebesar Rp 5,257 triliun. Total untuk kawasan hutan adalah Rp 223.366.246.027.050," ungkapnya.
"Di sisi lain, kerugian di luar kawasan hutan termasuk biaya kerugian ekologis sebesar Rp 25,87 triliun, kerugian ekonomi lingkungannya Rp 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 6,629 triliun. Jadi total untuk luar kawasan hutan adalah Rp 47,703 triliun," tambahnya.
Bambang juga mencatat bahwa luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung mencapai sekitar 170.363.064 hektar, namun hanya sebagian kecil dari luas tersebut yang memiliki izin usaha tambang (IUP), tepatnya sebesar 88.900,462 hektar.
"Penghitungan ini dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup," jelas Bambang.
Sementara itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, menjelaskan bahwa angka kerugian lingkungan ini berbeda dengan kerugian keuangan negara. Proses perhitungan kerugian keuangan negara masih berlangsung.