Raisa dan Hamish hanyalah “bahan bakar” di dalam mesin besar bernama perhatian publik.
Dan dalam industri ini, perhatian adalah mata uang.
Baca Juga: “Tekanan di Balik Popularitas: Kisah Raisa & Hamish”
Di tengah hiruk pikuk opini, masih ada sisi positif: banyak warganet yang justru menyerukan empati.
Komentar seperti “Kalau benar mereka pisah, semoga tetap bahagia” menunjukkan bahwa sebagian publik mulai sadar untuk tidak ikut menambah tekanan.
Ini tanda bahwa kesadaran digital mulai tumbuh bahwa kita bisa peduli tanpa melanggar privasi.
Bahwa dukungan tidak selalu berarti ikut mencampuri.
“Empati digital bukan sekadar tidak berkomentar negatif,” kata Rani Kusuma lagi,
“tapi juga tahu kapan berhenti menulis sesuatu yang tidak perlu.”
Kasus Raisa dan Hamish hanyalah satu dari sekian banyak contoh bagaimana publik menghadapi kabar pribadi selebriti.
Dan mungkin, bukan gosip yang jadi masalah utama, tapi cara kita meresponsnya.
Tidak ada salahnya mengagumi atau mengikuti kisah artis favorit.
Yang salah adalah ketika kekaguman berubah menjadi keinginan untuk mengatur, menilai, bahkan menghakimi hidup mereka.
Raisa dan Hamish tetaplah manusia biasa yang berhak atas ruang pribadi.
Kita, para penonton, seharusnya cukup menjadi saksi bukan hakim.
Gosip memang menghibur, tapi ia juga bisa melukai.
Kisah Raisa dan Hamish Daud mengingatkan kita bahwa rasa ingin tahu adalah naluri alami manusia, tapi harus dibatasi oleh rasa hormat.
Di era digital yang serba cepat, kita perlu belajar hal sederhana:
tidak semua yang bisa dilihat harus dibicarakan,
dan tidak semua yang viral harus dipercaya.
Artikel Terkait
Chikita Meidy Lanjut Sidang Cerai, Hadirkan Saksi Keluarga
Isu Cerai Menguat Karena Orang Ketiga, Tasya Farasya Vakum Instagram
Diduga Suka Foya-Foya Bedu Gugat Cerai Istrinya setelah 15 Tahun Menikah, Pernah Terlilit Pinjol
8 Tahun Menjalin Hubungan Rahasia, Deddy & Sabrina Kini Diterpa Isu Cerai
Bisakah Gosip Cerai Mengancam Brand Deddy Corbuzier?