Menurut bengkel-bengkel independen di Bekasi dan Surabaya, hal itu bisa saja terjadi karena etanol bersifat higroskopis, menyerap air dari udara. Jika motor sering disimpan lama tanpa dinyalakan, risiko pengendapan air di tangki memang meningkat.
Namun, pada motor injeksi baru, efek ini hampir tidak terasa. Seorang mekanik Yamaha menyebut,
“Motor modern pakai sistem injeksi dan filter bahan bakar yang baik. Etanol kadar rendah (3,5%) gak bakal ngaruh signifikan.”
Baca Juga: BBM Etanol 3,5%: Ramah Lingkungan atau Ancaman Mesin?
Faktor Psikologis: “Khawatir karena tidak tahu”
Banyak konsumen merasa was-was bukan karena mengalami kerusakan mesin, tapi karena tidak tahu apa yang mereka beli.
Ketiadaan label di SPBU membuat mereka bingung apakah BBM yang mereka gunakan termasuk etanol atau bukan.
Padahal di negara lain seperti AS dan Thailand, pom bensin mencantumkan label E10 atau E20 di setiap dispenser.
Transparansi semacam ini membuat konsumen tenang sesuatu yang belum terjadi di Indonesia.
Pandangan Pengamat
Pengamat otomotif menilai keresahan publik justru disebabkan oleh komunikasi yang lemah.
“Isu etanol ini bukan soal teknis, tapi soal kepercayaan. Kalau Pertamina dan ESDM dari awal transparan, publik gak akan panik.”
Sementara ahli bioenergi menegaskan kembali:
“Kadar 3,5% itu aman, bahkan membantu transisi energi. Tapi harus ada edukasi agar masyarakat paham konteksnya.”
Survei Opini Publik (Simulasi Data BOGORINSIDER.com)
Dalam survei mini yang dilakukan Sewaktu.id terhadap 500 responden pengguna kendaraan:
Artikel Terkait
Kronologi mencuatnya kabar Shell Indonesia akan tutup semua gerai SPBU di Indonesia
Pihak Shell Indonesia beri penjelasan hingga bantah isu penutupan seluruh SPBU
Benarkah Shell Indonesia akan tutup semua gerai SPBU di Indonesia?
SPBU Shell Kosong di Jabodetabek, Ini Faktanya
Dampak BBM Shell Habis: Pilihan Konsumen Terbatas