BOGORINSIDER.com – Pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji wacana verifikasi biometrik untuk aktivasi akun media sosial. Opsi ini berupa scan wajah dan sidik jari, yang akan dikaitkan dengan konsep identitas digital tunggal (single digital identity).
Wacana ini memang terdengar menjanjikan untuk menekan hoaks, penipuan, dan penyalahgunaan akun anonim. Namun, di balik itu, ada persoalan besar yang perlu dicermati: privasi, keamanan data, dan keadilan digital.
Apa Manfaatnya?
- Jika benar-benar diterapkan, ada beberapa manfaat yang bisa dirasakan:
- Mengurangi akun palsu & buzzer anonim. Setiap akun bisa ditelusuri ke identitas asli pemiliknya.
- Meningkatkan akuntabilitas. Pengguna lebih berhati-hati dalam bermedsos karena identitas terhubung langsung.
- Membantu penegakan hukum digital. Polisi siber lebih mudah melacak penyebar hoaks atau penipu daring.
Risiko & Tantangan
Meski punya manfaat, penerapan biometrik di media sosial menimbulkan sejumlah tantangan besar:
- Privasi & Perlindungan Data
Data biometrik (wajah, sidik jari) adalah data sensitif. Sekali bocor, sulit diperbaiki karena berbeda dengan password yang bisa diganti. UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) harus benar-benar ditegakkan agar tidak disalahgunakan. - Penyimpanan & Keamanan Sistem
Pertanyaan besar muncul: siapa yang menyimpan data ini? Komdigi? Penyedia platform medsos? Atau pihak ketiga? Mekanisme enkripsi dan akses data harus jelas. - Kebebasan Berekspresi & Anonimitas
Ada kalanya pengguna butuh anonimitas, misalnya korban pelecehan atau aktivis yang ingin melindungi diri. Jika anonimitas dipangkas habis, kebebasan berekspresi bisa terancam. - Kesenjangan Digital
Tidak semua masyarakat memiliki smartphone dengan teknologi biometrik. Jika aturan ini dipaksakan, pengguna di pedesaan atau kelompok ekonomi menengah bawah bisa terdampak paling besar.
Baca Juga: Komdigi Bahas Identitas Digital, Medsos Butuh Scan Wajah?
Reaksi Pengamat Digital
Pengamat teknologi dari ICT Institute menilai bahwa rencana ini berpotensi bagus jika diiringi dengan transparansi regulasi. “Kalau hanya sekadar wacana tanpa perlindungan data yang kuat, justru bisa jadi bumerang. Risiko kebocoran data biometrik sangat besar,” ujarnya.
Jalan Tengah yang Mungkin
Beberapa pakar menyarankan agar opsi biometrik tidak diwajibkan, melainkan dijadikan opsional untuk pengguna yang ingin keamanan lebih tinggi. Selain itu, penting adanya:
- Regulasi jelas soal siapa pengelola data biometrik.
- Audit rutin keamanan sistem.
- Mekanisme penghapusan data jika pengguna berhenti memakai layanan.
Artikel Terkait
Apple Akan Manfaatkan Teknologi AI untuk Percepat Desain Chip Buatan Sendiri
Komdigi dan Raksasa Teknologi Luncurkan Pusat AI Nasional di Jakarta untuk Perkuat Daya Saing Indonesia
Veda Praxis: Pengelolaan AI yang Bertanggung Jawab Jadi Kunci Hadapi Risiko Teknologi
Wamen Ekraf Dorong Persiapan “Laskar AI” untuk Masa Depan Teknologi Nasional