BOGORINSIDER.com – Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 membuka babak baru dalam tata kelola ibadah haji di Indonesia. Nama ustaz Khalid Basalamah ikut terseret ke dalam pusaran kasus ini setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggilnya sebagai saksi.
Publik pun bertanya-tanya: mengapa seorang tokoh agama bisa dikaitkan dengan kasus besar ini?
Kuota haji selalu menjadi isu sensitif di Indonesia. Dengan jumlah calon jamaah yang jauh melampaui kuota, distribusinya rawan dipermainkan.
Tahun 2024, pemerintah mendapat tambahan kuota dari Arab Saudi. Namun, alokasi ekstra ini justru memunculkan dugaan penyalahgunaan wewenang.
Dalam konteks inilah nama Khalid Basalamah disebut. Selain dikenal sebagai penceramah, ia juga memiliki usaha travel haji dan umrah. Posisi ini membuatnya masuk dalam radar penyidik KPK, terutama terkait potensi aliran dana dari tambahan kuota tersebut.
Khalid Basalamah selama ini dikenal fokus pada dunia dakwah. Namun, publik figur seringkali juga aktif dalam dunia bisnis.
Di titik inilah persoalan muncul: bagaimana batas antara peran publik figur sebagai ustaz dengan posisinya sebagai pengusaha travel ibadah?
Baca Juga: Khalid Basalamah Dipanggil KPK Terkait Kuota Haji
KPK menegaskan bahwa pemanggilan Khalid semata-mata untuk mengklarifikasi peran dan keterkaitannya. Hingga kini, statusnya masih sebagai saksi.
Namun, fakta bahwa ia juga mengembalikan sejumlah uang ke KPK menambah spekulasi publik.
Kasus ini menimbulkan dilema besar di kalangan jamaah. Banyak yang merasa kecewa karena tokoh panutan keagamaan harus terseret dalam kasus yang berkaitan dengan ibadah.
Namun, ada pula yang bersikap hati-hati, menilai bahwa posisi Khalid sebagai saksi belum tentu menunjukkan keterlibatan langsung.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya tata kelola kuota haji yang transparan. Ketika tokoh publik ikut terseret, kepercayaan masyarakat terhadap sistem bisa ikut goyah.
Bukan kali ini saja kuota haji jadi sorotan. Data Kementerian Agama menunjukkan, kasus penyalahgunaan kuota tambahan pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya, meski dalam skala berbeda.
Hal ini membuktikan bahwa tata kelola haji di Indonesia masih memiliki celah yang bisa dimanfaatkan pihak tertentu.
Artikel Terkait
Lisa Mariana Diperiksa KPK Terkait Dugaan Kunci dari Korupsi Iklan di Bank BJB
Deretan Bupati Cantik, Janji Manis Namun Korupsi Membuat Rakyat Menjerit
Curhat Mongol: Rp53 Miliar Raib, Terkait Kasus Korupsi
Negara Rugi Triliunan, Tiga Menteri Agama dalam Tiga Kasus Korupsi Haji