BOGORINSIDER.com --Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tengah menyidangkan gugatan terkait aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu.
Sidang rapat paripurna ini digelar hanya dua hari setelah MK mengubah ambang batas pencalonan dalam pilkada.
Gugatan tersebut diajukan oleh pemerhati pemilu Titi Anggraini dan organisasi Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT). Sidang perbaikan permohonan dilaksanakan pada Kamis, 22 Agustus.
Baca Juga: Istana Kpresidenan dengan tegas akan mengikuti putusan MK terkait syarat pencalonan dalam Pilkada
Dalam pernyataannya, Titi Anggraini mengusulkan agar partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPR dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa ambang batas tertentu.
Namun, partai-partai yang tidak memiliki kursi di DPR masih bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden dengan syarat mereka membentuk koalisi yang terdiri dari minimal 20 persen dari jumlah partai politik peserta pemilu.
Sebagai contoh, jika terdapat 18 partai politik peserta pemilu, maka koalisi minimal yang dibutuhkan adalah tiga partai nonparlemen.
Menurut Titi, kewajiban bagi partai politik nonparlemen untuk bergabung dalam koalisi menunjukkan kedewasaan dalam struktur politik dan keseriusan dalam pengusungan calon.
Baca Juga: DPR RI gagal sahkan RUU Pilkada, total persyaratan Kuorum yang harus dipenuhi
Titi juga menegaskan bahwa pembedaan perlakuan ini masih berada dalam batas toleransi dan sejalan dengan logika yang digunakan oleh MK dalam Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020, yang membedakan verifikasi partai politik parlemen dan non-parlemen peserta pemilu.
Dalam UU Pemilu yang berlaku saat ini, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah 20 persen dari jumlah kursi di DPR RI atau 25 persen suara sah nasional dari pemilu sebelumnya.
Para pemohon menilai ambang batas itu bertentangan dengan semangat keberagaman pada pasal 6A ayat (3) UUD NRI 1945 dan keadilan pada pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945.
Sidang pembahasan uji materi ambang batas Pilpres ini digelar setelah MK membuat gebrakan dengan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024.
Baca Juga: Pernyataan DPR RI tunda pengesahan RUU Pilkada, akan patuh dengan keputusan MK
Artikel Terkait
beberapa link live aksi unjuk rasa besar-besaran di seluruh Indonesia dampak pengesahan RUU Pilkada
Baleg DPR RI tegaskan katanya Revisi UU Pilkada tidak berpihak pada Kaesang Pangarep
Kepentingan di Balik RUU Pilkada, pengamat kritik DPR lebih pro kepentingan Kaesang Pangarep
Kontroversi RUU Pilkada, Usia Kaesang Pangarep menjadi ramai diperbincangkan
Seolah cuek Jokowi tetap beraktivitas di Istana di tengah protes revisi UU Pilkada