BOGORINSIDER.com – Ketika aparat menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa dalam sebuah demonstrasi, yang sering terlihat adalah orang-orang berlarian, menutup wajah, hingga batuk-batuk akibat paparan langsung. Selama ini, pembahasan soal gas air mata lebih banyak menyoroti dampak fisiknya: mata perih, kulit terbakar, atau sesak napas.
Namun, ada sisi lain yang jarang dibicarakan: dampak psikologis dari terpapar gas air mata.
Trauma yang Bertahan Lama
Menurut laporan Physicians for Human Rights, paparan gas air mata bisa meninggalkan trauma jangka panjang. Beberapa orang mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) setelah berada di situasi penuh kekacauan dengan asap gas yang menyesakkan. Gejalanya bisa berupa mimpi buruk, rasa cemas berlebihan, hingga panik setiap kali mencium bau menyengat tertentu.
Rasa Takut Berlebihan pada Kerumunan
Bagi sebagian orang, pengalaman terpapar gas air mata saat demo bisa memicu phobia terhadap kerumunan. Mereka cenderung menghindari acara publik, bahkan sekadar konser atau kegiatan keagamaan, karena takut akan kejadian serupa.
Dampak ke Generasi Muda
Tak sedikit anak muda yang ikut demo demi menyuarakan aspirasi. Sayangnya, saat mereka terekspos gas air mata, efeknya bukan hanya batuk atau mata merah, tapi juga rasa kecewa dan hilangnya kepercayaan terhadap ruang publik. Hal ini bisa memengaruhi semangat mereka dalam menyuarakan pendapat di masa depan.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Dukungan emosional: mereka yang pernah terpapar gas air mata sebaiknya punya ruang untuk bercerita.
Konseling atau terapi singkat: jika trauma dirasa berat, terapi bisa membantu mengurangi gejala PTSD.
Solidaritas komunitas: berada di lingkungan yang mendukung akan mempercepat pemulihan, baik fisik maupun mental.