BOGORINSIDER.com – Kasus penarikan produk Indomie varian Soto Banjar Limau Kuit di Taiwan kembali menyita perhatian publik. Otoritas pangan Taiwan (TFDA) melaporkan adanya residu pestisida etilen oksida (EtO) sebesar 0,1 mg/kg pada bumbu bubuk mi instan asal Indonesia tersebut.
Meski jumlahnya terbilang kecil, temuan ini berdampak signifikan. Produk ditarik dari pasaran dan langsung dilarang beredar di Taiwan. Hal ini menegaskan bahwa standar keamanan pangan global semakin ketat, dan produk ekspor harus benar-benar memenuhi persyaratan negara tujuan.
Tantangan Ekspor Pangan Indonesia
Industri makanan instan, khususnya mi instan, merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia di pasar internasional. Namun, kasus seperti ini menunjukkan bahwa setiap negara memiliki regulasi yang berbeda terkait batas aman residu pestisida maupun bahan tambahan pangan.
Apa yang dianggap aman di Indonesia, belum tentu diterima di negara lain. Perbedaan standar inilah yang kerap menimbulkan tantangan bagi produk ekspor.
Respons BPOM dan Pentingnya Kerja Sama Bilateral
Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menyebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan otoritas pangan Taiwan untuk memastikan penanganan sesuai prosedur. Langkah ini penting bukan hanya untuk kasus Indomie, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan internasional terhadap produk pangan Indonesia.
Kerja sama lintas negara diperlukan agar ada kesepahaman standar, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi produsen lokal yang ingin menembus pasar global.
Dampak pada Kepercayaan Konsumen
Kasus ini menjadi pengingat bahwa citra produk Indonesia di luar negeri sangat dipengaruhi oleh kualitas dan keamanan pangan. Sekali terjadi masalah, bisa berdampak pada persepsi konsumen internasional, bukan hanya pada satu merek, tetapi juga pada produk pangan Indonesia secara keseluruhan.
Artikel Terkait
Kenali Bogor Creative Fest dan Cara Mengikutinya
Desy Yanthi Utami Bolos 6 Bulan Jadi Anggota DPRD Bogor, Golkar Bogor Naik Suara